digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sejak diperkenalkan pertama kali sekitar 60 tahun yang lalu sebagai bagian dari Revolusi Hijau, berbagai negara di Afrika dan Asia telah mengimplementasikan kebijakan subsidi pupuk, termasuk Indonesia. Terlepas dari potensi manfaatnya, kebijakan subsidi pupuk juga banyak dikritisi oleh kalangan ekonom, agen pembangunan dan analis kebijakan. Subsidi pupuk dinilai sebagai cara yang tidak efisien untuk mengalokasikan sumber daya publik yang terbatas serta dapat mendorong penggunaan pupuk yang berlebihan. Selain itu, anggaran subsidi pupuk yang semakin tinggi tidak sejalan dengan dampak yang terbatas pada produktivitas dan adanya penurunan produksi padi. Proses politik dan ekonomi yang mendasari kebijakan subsidi pupuk akan membuatnya sulit untuk dapat dihapuskan. Seringkali kebijakan subsidi pupuk kurang didasarkan pada bukti empirik (evidence based) yang kuat. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan formulasi alternatif kebijakan subsidi pupuk di Indonesia melalui pemahaman potensi dan tantangan sektor pertanian di Indonesia, evolusi historis dari kebijakan subsidi pupuk di Indonesia, dan mensistematisasikan praktek-praktek penyelenggaraan kebijakan subsidi pupuk di berbagai negara dikaitkan dengan output, outcome, dan impact dari kebijakan tersebut, serta melalui analisis komparatif mengenai kebijakan subsidi pupuk di Indonesia dengan studi dari hasil tinjauan literatur secara sistematis. Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur dan tinjauan sistematis (systematic review). Dari hasil penelitian, terdapat beberapa temuan studi, antara lain: Pertama. Potensi pertanian Indonesia berupa lahan yang potensial untuk tanaman pangan, keberagaman budidaya tanaman sebagai sumber pangan, dan ketersediaan sumber daya manusia, sebagai faktor produksi pertanian. Namun pemanfaatan potensi pertanian tersebut dihadapkan pada beberapa tantangan antara lain: (1) Pengelolaan unsur hara, penguasaan lahan oleh petani dengan skala kecil, serta fenomena konversi lahan yang dapat berimplikasi pada produksi tanaman; (2) Keberagaman pangan terbentur preferensi intim masyarakat terhadap beras yang juga menyebabkan keterbatasan pilihan kebijakan; dan (3) Rendahnya produktivitas tenaga kerja sektor pertanian. ii Kedua. Evolusi historis dari kebijakan subsidi pupuk di Indonesia menunjukkan bahwa subsidi pupuk merupakan salah satu kebijakan yang sensitif dimana proses politik maupun ekonomi mendasari kebijakan tersebut karena besaran nilai subsidi yang signifikan serta banyaknya pihak yang terlibat. Ketiga. Penulis mengidentifikasi 22 studi yang menilai pengaruh kebijakan subsidi pupuk, yang sebagian besar melaporkan dampak positif, seperti pada output: yaitu peningkatan terhadap penggunaan pupuk, perubahan alokasi tanaman (varietas tanaman dan/atau pola tanam), dan peningkatan efisiensi petani dalam hal aktivitas bertani; outcome: peningkatan hasil panen, peningkatan pendapatan rumah tangga, penurunan harga pangan, peningkatan konsumsi, ketahanan pangan rumah tangga, pemasaran hasil panen, serta peningkatan keuntungan usaha tani; impact: penurunan kemiskinan, kenaikan penyediaan, permintaan, dan upah tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan, dampak positif pada gizi anak dan kualitas diet petani wanita, dan distribusi total surplus. Berdasarkan temuan studi tersebut penulis melakukan analisis komparatif antara kebijakan subsidi pupuk pada studi dari hasil tinjauan literatur secara sistematis dengan kebijakan subsidi pupuk yang ada di Indonesia pada beberapa aspek, antara lain: (1) Penentuan sasaran penerima manfaat; (2) Merupakan bagian dari “strategi sektor yang lebih luas”; (3) Dukungan terhadap pengembangan pasar pupuk sektor swasta; serta (4) Memiliki exit strategy. Kebijakan subsidi yang berjalan saat ini perlu diubah agar dapat mencapai potensi optimalnya serta sejalan dengan potensi pertanian di Indonesia. Penulis memformulasikan alternatif kebijakan subsidi pupuk berdasarkan temuan studi dan analisis komparatif yang telah dilakukan: (1) Kriteria sasaran penerima manfaat untuk petani “miskin produktif” serta memprioritaskan kelompok rentan; (2) Pemanfaatan e- RDKK dan Kartu Tani secara optimal; (3) Adanya pernyataan yang jelas mengenai indikator kinerja atas program subsidi pupuk; (4) Integrasi dengan kebijakan subsidi pertanian lainnya melalui penyediaan paket yang holistik atas input pertanian, seperti penyediaan pupuk bersama dengan benih unggul yang disesuaikan dengan komoditas pangan spesifik lokasi dan irigasi, serta dilengkapi dengan jaminan harga komoditas pangan serta pelatihan dari penyuluh atau agen pertanian lainnya mengenai praktek manajemen kesehatan tanah; (5) Pengembangan pasar pupuk yang kompetitif disertai jaminan ketersediaan pupuk hingga ke daerah terpencil; (6) Pemerintah Indonesia perlu mempersiapkan exit strategy sebagai antisipasi kemungkinan perubahan kebijakan subsidi pupuk akibat beban keuangan fiskal yang besar di masa mendatang. Kebijakan subsidi pupuk bukan merupakan solusi tunggal untuk mencapai berbagai tujuan pembangunan pertanian karena penyebab yang bersifat multidimensi sehingga dibutuhkan pendekatan yang juga bersifat multidimensi dan harus dibangun dalam suatu paket kebijakan pertanian yang lebih komprehensif.