Bijih nikel laterit jenis saprolit umumnya diproses untuk menghasilkan feronikel
yang mengandung 10-30% Ni dan 70-90% Fe, yang dapat digunakan untuk
membuat stainless steel dan paduan lainnya. Teknologi yang umum digunakan
untuk mengolah bijih nikel laterit melalui jalur pirometalurgi adalah Rotary Kiln-
Electric Furnace (RK-EF). Proses RK-EF membutuhkan energi yang besar karena
beroperasi pada temperatur tinggi yaitu 1400oC–1700oC. Pada penelitian ini, akan
dipelajari pengaruh temperatur dan penambahan H3BO3 dan B2O3 pada proses
reduksi biji nikel laterit menggunakan reduktor batubara terhadap pembentukan
nikel dalam logam.
Bijih nikel saprolit, batubara, Na2SO4, H3BO3, dan B2O3 diaglomerasi membentuk
enam jenis briket, yaitu briket A (penambahan 10% batubara, 20% Na2SO4), briket
B (penambahan 10% batubara, 20% Na2SO4, 5% H3BO3), briket C (penambahan
10% batubara, 10% Na2SO4, 10% H3BO3), briket D (penambahan 10% batubara,,
10% H3BO3) , briket E (penambahan 10% batubara, 5,63% B2O3), dan briket F
(penambahan 10% batubara, 10% Na2SO4, 5,63% B2O3) Proses reduksi dilakukan
pada temperatur 1100oC, 1200oC, 1300oC, dan 1350oC menggunakan muffle
furnace selama 60 menit. Briket yang telah direduksi kemudian dipreparasi untuk
diamati menggunakan mikroskop optik. Hasil pengamatan menggunakan
mikroskop optik.
Hasil percobaan yang diperoleh pada penelitian ini berupa data perubahan berat
sampel setelah direduksi serta penampakan mikrostruktur dengan menggunakan
mikroskop optik. Data perubahan berat bandingkan dengan hasil simulasi Factsage
untuk dianalisis. Dari percobaan disimpulkan bahwa peningkatan temperatur dapat
menaikkan berat mate yang dihasilkan. Penambahan H3BO3 dapat menurunkan
temperatur leleh terak sehingga logam dan terak lebih mudah untuk dipisahkan.
Bahan imbuh yang lebih efektif untuk ditambahkan adalah B2O3.