digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Bijih nikel laterit jenis saprolit umumnya diproses untuk menghasilkan feronikel yang mengandung 10-30% Ni dan 70-90% Fe, yang dapat digunakan untuk membuat stainless steel dan paduan lainnya. Teknologi yang umum digunakan untuk mengolah bijih nikel laterit melalui jalur pirometalurgi adalah Rotary Kiln- Electric Furnace (RK-EF). Proses RK-EF membutuhkan energi yang besar karena beroperasi pada temperatur tinggi yaitu 1400oC–1700oC. Pada penelitian ini, akan dipelajari pengaruh temperatur dan penambahan H3BO3 dan B2O3 pada proses reduksi biji nikel laterit menggunakan reduktor batubara terhadap pembentukan nikel dalam logam. Bijih nikel saprolit, batubara, Na2SO4, H3BO3, dan B2O3 diaglomerasi membentuk enam jenis briket, yaitu briket A (penambahan 10% batubara, 20% Na2SO4), briket B (penambahan 10% batubara, 20% Na2SO4, 5% H3BO3), briket C (penambahan 10% batubara, 10% Na2SO4, 10% H3BO3), briket D (penambahan 10% batubara,, 10% H3BO3) , briket E (penambahan 10% batubara, 5,63% B2O3), dan briket F (penambahan 10% batubara, 10% Na2SO4, 5,63% B2O3) Proses reduksi dilakukan pada temperatur 1100oC, 1200oC, 1300oC, dan 1350oC menggunakan muffle furnace selama 60 menit. Briket yang telah direduksi kemudian dipreparasi untuk diamati menggunakan mikroskop optik. Hasil pengamatan menggunakan mikroskop optik. Hasil percobaan yang diperoleh pada penelitian ini berupa data perubahan berat sampel setelah direduksi serta penampakan mikrostruktur dengan menggunakan mikroskop optik. Data perubahan berat bandingkan dengan hasil simulasi Factsage untuk dianalisis. Dari percobaan disimpulkan bahwa peningkatan temperatur dapat menaikkan berat mate yang dihasilkan. Penambahan H3BO3 dapat menurunkan temperatur leleh terak sehingga logam dan terak lebih mudah untuk dipisahkan. Bahan imbuh yang lebih efektif untuk ditambahkan adalah B2O3.