digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Fauzan Kamal
PUBLIC Resti Andriani

BAB 1 Fauzan Kamal
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Fauzan Kamal
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Fauzan Kamal
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Fauzan Kamal
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Fauzan Kamal
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Fauzan Kamal
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan

Salah satu logam yang memiliki kontribusi signifikan dalam memajukan peradaban adalah nikel. Pada tahun 2022, konsumsi logam nikel dunia mencapai 3,03 juta ton dan diprediksi mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sumber daya nikel dunia didominasi oleh bijih nikel laterit dengan persentase sebesar 70% terhadap total sumber daya nikel. Bijih nikel laterit dibagi menjadi dua jenis yaitu bijih nikel saprolit dan bijih nikel limonit. Bijih nikel saprolit umumnya diproses dengan teknologi rotary kiln electric furnace (RKEF) yang menggunakan batubara sebagai sumber reduktor sehingga menghasilkan emisi CO2. Saat ini, sumber reduktor lain yang lebih ramah lingkungan mulai dikembangkan seperti gas hidrogen. Penggunaan gas hidrogen sebagai reduktor tidak menghasilkan emisi CO2 melainkan uap air. Selain itu, gas hidrogen dapat dihasilkan dari proses elektrolisis air. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari lebih jauh terkait penggunaan gas hidrogen pada proses produksi feronikel dari bijih nikel saprolit. Serangkaian percobaan yang meliputi preparasi serta karakteristik sampel bijih nikel saprolit, proses reduksi di dalam horizontal tube furnace (HTF) yang menghasilkan kalsin, peleburan kalsin di dalam vertical tube furnace (VTF), dan karakterisasi hasil percobaan telah dilakukan. Bijih nikel saprolit direduksi di dalam HTF dengan memvariasikan temperatur reduksi 500 – 900°C, waktu reduksi 15 – 180 menit, dan persentase gas hidrogen 25 – 100%. Kalsin yang dihasilkan pada proses reduksi dilebur di dalam VTF pada temperatur 1550°C selama dua jam dengan mengalirkan gas argon agar kondisi peleburan dalam keadaan inert. Kehilangan berat setelah proses reduksi dianalisis terhadap setiap variasi percobaan. Kalsin dianalisis dengan x-ray diffraction (XRD) untuk mengetahui fasa-fasa yang terbentuk. Hasil peleburan kalsin di dalam VTF dianalisis dengan menggunakan scanning electron microscope-energy dispersive spectroscopy (SEM-EDS) untuk menentukan komposisi kimia dari tiap fasa yang terbentuk. Hasil percobaan menunjukkan bahwa peningkatan temperatur meningkatkan tingkat reduksi berdasarkan data kehilangan berat setelah proses reduksi yang mencapai 12,92% pada temperatur 900°C. Berdasarkan hasil analisis XRD kalsin, puncak intensitas fasa feronikel mulai terdeteksi pada temperatur 600°C dan terus menguat seiring dengan meningkatnya temperatur reduksi. Kadar besi di dalam logam meningkat pada rentang 500 – 700°C. Tingkat reduksi semakin tinggi seiring dengan bertambah lamanya waktu reduksi yang ditandai dengan menurunnya FeO di dalam terak. Pada waktu reduksi 60 – 180 menit, kadar nikel di dalam logam mendekati kandungan feronikel di industri. Selain itu, peningkatan persentase gas hidrogen menghasilkan tingkat reduksi yang semakin tinggi ditandakan dengan menurunnya FeO di dalam terak. Feronikel dari hasil peleburan kalsin yang direduksi dengan batu bara dan gas hidrogen pada temperatur 700°C selama 60 menit memiliki komposisi yang mirip.