Erupsi Gunung Agung pada November 2017 lalu merupakan periode pertama
kalinya aktivitas vulkanik yang memiliki jaringan pengamatan yang cukup
memadai untuk melakukan analisis seismisitas dan deformasi permukaan. Pada
saat ini terdapat dua model konseptual untuk menjelaskan kondisi aktifitas
vulkanik di daerah kompleks Agung Batur. Penentuan model ini dapat sangat
berdampak kepada kemampuan forecasting dari bahaya bencana akibat letusan
Gunung Agung. Untuk dapat mengkonfirmasi model konseptual yang sesuai,
terdapat dua objektif utama yang harus dicapai dalam penelitian ini. Objektif
pertama adalah mendapatkan struktur kecepatan gelombang body (Vp, Vs, dan
rasio Vp/Vs) dengan resolusi tinggi di zona sekitar Gunung Agung. Total
digunakan sebanyak 1.926 gempa VT, dengan waktu kedatangan gelombang 9.482
dan 8683 P dan S yang sesuai yang dicatat oleh sepuluh stasiun seismik selama
waktu pengamatan yang berlangsung dari 18 Oktober hingga 31 Desember 2017.
Lokasi hiposenter didapatkan menggunakan algoritma maximum likelihood
estimation (NLLOC) dan menggunakan model kecepatan 1-D optimal (VELEST)
sebagai input untuk inversi tomografi seismik 3-D (SIMULPS12). Tomografi
gempa lokal secara umum mengungkapkan adanya indikasi keberadaan dapur
magma dangkal, serta struktur dyke kompleks sub-vertikal dan zona sesar dangkal
diantara Gunung Agung dan Batur. Kemudian objektif kedua adalah melakukan
interpretasi deformasi permukaan dari data SAR Sentinel-1. Digunakan dua
orientasi orbit yang berbeda yaitu ascending (1 Agustus 2017 - 16 Januari 2018)
dan descending (4 Agustus 2017 - 19 Januari 2018) pada polarisasi VV. Prosedur
pengolahan INSAR dilakukan untuk mendapatkan nilai deformasi permukaan dari
kedua data set tersebut (SNAP). Oleh karena waktu revisit satelit yang relative
singkat (~6 hari) hasil dari deformasi permukaan ini diharapkan dapat memberikan
wawasan tambahan atau konstrain waktu dari fase erupsinya.