digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Selama dua dekade terakhir, penyakit rongga mulut menjadi salah satu beban utama masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Salah satunya adalah peradangan pada jaringan periodontal, yakni periodontitis. Periodontitis merupakan suatu penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh infeksi bakteri patogen periodontal yang dapat terjadi akibat dari kebersihan mulut yang buruk dan ketidakseimbangan nutrisi yang dapat meningkatkan kolonisasi bakteri patogen. Kondisi periodontitis yang tidak terkontrol menyebabkan hilangnya perlekatan antara gigi dan gusi. Fenomena kehilangan gigi dapat berdampak negatif pada kualitas pengunyahan, estetika, kepercayaan diri, dan kualitas hidup. Oleh karena itu dibutuhkan suatu terapi farmakologi untuk mengobati dan mencegah keparahan lebih lanjut kondisi periodontitis. Terapi farmakologi untuk perawatan periodontitis dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu menghilangkan penyebab penyakit dan mengatasi gejala yang timbul akibat periodontitis. Berdasarkan etiologinya, antibiotik dibutuhkan untuk menghambat perkembangan bakteri penyebab periodontitis. Manifestasi peradangan berupa kerusakan jaringan membutuhkan suatu senyawa yang memiliki aktivitas antiinflamasi dan asupan nutrisi yang memadai, terutama yang bersifat antioksidan. Suatu antiinflamasi berfungsi untuk menekan proses inflamasi yang terjadi, sedangkan antioksidan dibutuhkan untuk memicu proses regenerasi jaringan yang rusak akibat kondisi periodontitis. Jambu biji (P. guajava), salah satu keluarga Myrtaceae, adalah tanaman tropis dengan tinggi kurang lebih 35 kaki. Bagian daun dari tanaman ini sering dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai kondisi patofisiologi sistemik, diantaranya diare, diabetes, dan hiperkolesterolemia. Tanaman ini juga diketahui dapat meningkatkan kebersihan rongga mulut. Dikaji dari sisi fitokimia, daun dan buah jambu biji diketahui mengandung senyawa kuersetin dan buahnya mengandung kadar vitamin C yang tinggi. Kuersetin merupakan salah satu golongan flavonoid yang diketahui memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dan antioksidan dalam beberapa terapi inflamasi kronis, termasuk periodontitis. Vitamin C merupakan suatu antioksidan yang kuat dan terbukti mampu meningkatkan imunitas tubuh dalam melawan bakteri atau virus. Keberadaan kedua senyawa ini di dalam tanaman jambu biji dihipotesiskan dapat menunjang kesembuhan kondisi periodontitis. Berbagai penelitian telah membuktikan manfaat tanaman jambu biji dalam menunjang kesehatan manusia, akan tetapi belum pernah dilakukan penelitian mengenai efek suplementasi jambu biji untuk kondisi periodontitis. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi bagian tanaman jambu biji yang dapat digunakan dalam terapi periodontitis, serta menilai daya terapinya dibandingkan pengobatan yang sudah ada, melalui studi pra klinis dengan menggunakan tikus Sprague Dawley sebagai model periodontitis. Penelitian ini diawali dengan melakukan penapisan terhadap ekstrak etanol dari bagian-bagian tanaman jambu biji untuk mendapatkan bagian terbaik yang dapat digunakan dalam terapi periodontitis. Uji kualitatif dan kuantitatif terhadap tanaman jambu biji dilakukan pada bagian daun dan buahnya. Buah jambu biji yang diperiksa diambil dari tiga tahap kematangan berbeda, yaitu buah mentah, buah mengkal, dan buah matang, selanjutnya masing-masing buah tersebut dipilah menjadi tiga bagian, yaitu eksokarp (kulit), mesokarp (daging buah), dan plasenta buah. Pemeriksaan fitokimia, meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa kuersetin dan vitamin C. Hasil analisis KCKT menunjukkan bahwa distribusi kadar kuersetin tertinggi terdapat pada bagian daun jambu biji, sedangkan kadar vitamin C tertinggi dimiliki oleh buah jambu biji yang matang. Uji aktivitas antioksidan secara in vitro dengan metode DPPH assay menunjukkan bagian-bagian dari buah jambu biji mengkal (BS) memiliki nilai IC-50 yang baik sebagai antioksidan. Berdasarkan analisis regresi, buah mengkal (BS) terpilih untuk digunakan dalam pengujian lebih lanjut karena memiliki komposisi kuersetin dan vitamin C terbaik berdasarkan data perolehan kadar, aktivitas, dan analisis korelasi untuk memperoleh efek sinergis terbaik. Uji in vivo pada tikus Sprague Dawley model periodontitis dibuat dengan metode induksi ligatur/benang yang terlebih dahulu direndam di dalam suspensi bakteri Porphyromonas gingivalis kemudian diikatkan pada gigi seri rahang bawah tikus selama seminggu. Induksi dinyatakan berhasil ditandai dengan terbentuknya saku/poket periodontal dengan kedalaman >1 mm. Bentuk senyawa murni kuersetin terbukti memberikan efek protektif terhadap jaringan periodontal tikus melalui mekanisme antioksidan dan antiinflamasi secara in vivo. Uji efek suplementasi jambu biji dilakukan terhadap tujuh kelompok yang terdiri dari kelompok kontrol sakit (C), kontrol normal (N), kelompok metronidazol (M) dosis 45 mg/kg bb per hari, dan kelompok kuersetin dosis 45 mg/kg bb per hari dengan pendekatan preventif (Qp) dan kuratif (Qc), serta kelompok uji yang diberi ekstrak etanol jambu biji dosis 1,35 g/kg bb per hari dengan pendekatan preventif (Gp) dan kuratif (Gc). Pemberian preventif kuersetin 45 mg/kg bb per hari dan ekstrak etanol jambu biji dosis 1,35 g/kg bb per hari secara oral pada kelompok tikus model periodontitis terbukti dapat memperbaiki kedalaman poket, yang dikonfirmasi oleh data histologis berupa penurunan tingkat inflamasi pada jaringan periodontal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok metronidazol 45 mg/kg bb per hari menghasilkan perbaikan kedalaman poket 47% dibandingkan kelompok sakit. Kelompok kuersetin menunjukkan penurunan 58,7% nilai kedalaman poket tikus sebagai terapi preventif dan 47% sebagai terapi kuratif. Kelompok ekstrak etanol buah jambu biji mengkal dosis 1,35 g/kg bb mampu menurunkan nilai kedalaman poket sebesar 53% sebagai terapi preventif dan 41 % sebagai terapi kuratif. Pemberian kombinasi kuersetin dan vitamin C dalam bentuk ekstrak etanol buah jambu biji mengkal (BS) terbukti memberikan efek protektif yang sebanding dengan kuersetin murni terhadap tikus Sprague Dawley model periodontitis. Kombinasi tersebut bersifat sinergis melalui mekanisme antiinflamasi dan antioksidan dalam mencegah kerusakan jaringan serta merangsang regenerasi sel, baik sebagai terapi preventif maupun terapi kuratif.