Selama dua dekade terakhir, penyakit rongga mulut menjadi salah satu beban utama
masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Salah satunya adalah peradangan
pada jaringan periodontal, yakni periodontitis. Periodontitis merupakan suatu
penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh infeksi bakteri patogen periodontal
yang dapat terjadi akibat dari kebersihan mulut yang buruk dan ketidakseimbangan
nutrisi yang dapat meningkatkan kolonisasi bakteri patogen. Kondisi periodontitis
yang tidak terkontrol menyebabkan hilangnya perlekatan antara gigi dan gusi.
Fenomena kehilangan gigi dapat berdampak negatif pada kualitas pengunyahan,
estetika, kepercayaan diri, dan kualitas hidup. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
terapi farmakologi untuk mengobati dan mencegah keparahan lebih lanjut kondisi
periodontitis.
Terapi farmakologi untuk perawatan periodontitis dapat dilakukan dengan
menggunakan dua pendekatan, yaitu menghilangkan penyebab penyakit dan
mengatasi gejala yang timbul akibat periodontitis. Berdasarkan etiologinya,
antibiotik dibutuhkan untuk menghambat perkembangan bakteri penyebab
periodontitis. Manifestasi peradangan berupa kerusakan jaringan membutuhkan
suatu senyawa yang memiliki aktivitas antiinflamasi dan asupan nutrisi yang
memadai, terutama yang bersifat antioksidan. Suatu antiinflamasi berfungsi untuk
menekan proses inflamasi yang terjadi, sedangkan antioksidan dibutuhkan untuk
memicu proses regenerasi jaringan yang rusak akibat kondisi periodontitis.
Jambu biji (P. guajava), salah satu keluarga Myrtaceae, adalah tanaman tropis
dengan tinggi kurang lebih 35 kaki. Bagian daun dari tanaman ini sering
dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai kondisi patofisiologi sistemik, diantaranya
diare, diabetes, dan hiperkolesterolemia. Tanaman ini juga diketahui dapat
meningkatkan kebersihan rongga mulut. Dikaji dari sisi fitokimia, daun dan buah
jambu biji diketahui mengandung senyawa kuersetin dan buahnya mengandung
kadar vitamin C yang tinggi.
Kuersetin merupakan salah satu golongan flavonoid yang diketahui memiliki
aktivitas sebagai antiinflamasi dan antioksidan dalam beberapa terapi inflamasi
kronis, termasuk periodontitis. Vitamin C merupakan suatu antioksidan yang kuat
dan terbukti mampu meningkatkan imunitas tubuh dalam melawan bakteri atau
virus. Keberadaan kedua senyawa ini di dalam tanaman jambu biji dihipotesiskan
dapat menunjang kesembuhan kondisi periodontitis.
Berbagai penelitian telah membuktikan manfaat tanaman jambu biji dalam
menunjang kesehatan manusia, akan tetapi belum pernah dilakukan penelitian
mengenai efek suplementasi jambu biji untuk kondisi periodontitis. Penelitian ini
bertujuan untuk menginvestigasi bagian tanaman jambu biji yang dapat digunakan
dalam terapi periodontitis, serta menilai daya terapinya dibandingkan pengobatan
yang sudah ada, melalui studi pra klinis dengan menggunakan tikus Sprague
Dawley sebagai model periodontitis.
Penelitian ini diawali dengan melakukan penapisan terhadap ekstrak etanol dari
bagian-bagian tanaman jambu biji untuk mendapatkan bagian terbaik yang dapat
digunakan dalam terapi periodontitis. Uji kualitatif dan kuantitatif terhadap
tanaman jambu biji dilakukan pada bagian daun dan buahnya. Buah jambu biji
yang diperiksa diambil dari tiga tahap kematangan berbeda, yaitu buah mentah,
buah mengkal, dan buah matang, selanjutnya masing-masing buah tersebut dipilah
menjadi tiga bagian, yaitu eksokarp (kulit), mesokarp (daging buah), dan plasenta
buah.
Pemeriksaan fitokimia, meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa
kuersetin dan vitamin C. Hasil analisis KCKT menunjukkan bahwa distribusi kadar
kuersetin tertinggi terdapat pada bagian daun jambu biji, sedangkan kadar vitamin
C tertinggi dimiliki oleh buah jambu biji yang matang. Uji aktivitas antioksidan
secara in vitro dengan metode DPPH assay menunjukkan bagian-bagian dari buah
jambu biji mengkal (BS) memiliki nilai IC-50 yang baik sebagai antioksidan.
Berdasarkan analisis regresi, buah mengkal (BS) terpilih untuk digunakan dalam
pengujian lebih lanjut karena memiliki komposisi kuersetin dan vitamin C terbaik
berdasarkan data perolehan kadar, aktivitas, dan analisis korelasi untuk
memperoleh efek sinergis terbaik.
Uji in vivo pada tikus Sprague Dawley model periodontitis dibuat dengan metode
induksi ligatur/benang yang terlebih dahulu direndam di dalam suspensi bakteri
Porphyromonas gingivalis kemudian diikatkan pada gigi seri rahang bawah tikus
selama seminggu. Induksi dinyatakan berhasil ditandai dengan terbentuknya
saku/poket periodontal dengan kedalaman >1 mm.
Bentuk senyawa murni kuersetin terbukti memberikan efek protektif terhadap
jaringan periodontal tikus melalui mekanisme antioksidan dan antiinflamasi secara
in vivo. Uji efek suplementasi jambu biji dilakukan terhadap tujuh kelompok yang
terdiri dari kelompok kontrol sakit (C), kontrol normal (N), kelompok metronidazol
(M) dosis 45 mg/kg bb per hari, dan kelompok kuersetin dosis 45 mg/kg bb per hari
dengan pendekatan preventif (Qp) dan kuratif (Qc), serta kelompok uji yang diberi
ekstrak etanol jambu biji dosis 1,35 g/kg bb per hari dengan pendekatan preventif
(Gp) dan kuratif (Gc). Pemberian preventif kuersetin 45 mg/kg bb per hari dan
ekstrak etanol jambu biji dosis 1,35 g/kg bb per hari secara oral pada kelompok
tikus model periodontitis terbukti dapat memperbaiki kedalaman poket, yang
dikonfirmasi oleh data histologis berupa penurunan tingkat inflamasi pada jaringan
periodontal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok metronidazol 45 mg/kg bb per
hari menghasilkan perbaikan kedalaman poket 47% dibandingkan kelompok sakit.
Kelompok kuersetin menunjukkan penurunan 58,7% nilai kedalaman poket tikus
sebagai terapi preventif dan 47% sebagai terapi kuratif. Kelompok ekstrak etanol
buah jambu biji mengkal dosis 1,35 g/kg bb mampu menurunkan nilai kedalaman
poket sebesar 53% sebagai terapi preventif dan 41 % sebagai terapi kuratif.
Pemberian kombinasi kuersetin dan vitamin C dalam bentuk ekstrak etanol buah
jambu biji mengkal (BS) terbukti memberikan efek protektif yang sebanding
dengan kuersetin murni terhadap tikus Sprague Dawley model periodontitis.
Kombinasi tersebut bersifat sinergis melalui mekanisme antiinflamasi dan
antioksidan dalam mencegah kerusakan jaringan serta merangsang regenerasi sel,
baik sebagai terapi preventif maupun terapi kuratif.