Desalinasi merupakan proses memperoleh air bersih dari air yang memiliki kadar garam tinggi seperti air laut. Metode desalinasi yang saat ini banyak dikembangkan adalah metode desalinasi menggunakan membran karena memiliki beberapa keunggulan seperti pemisahan dengan membran tanpa membutuhkan zat kimia tambahan dan energi yang dibutuhkan sangat minimum. Membran dapat bertindak sebagai filter yang sangat spesifik. Hanya molekul-molekul dengan ukuran tertentu saja yang bisa melewati membran, sedangkan sisanya akan tertahan di permukaan membran. Teknologi membran juga sederhana, praktis, dan mudah dilakukan. Namun membran yang berasal dari material anorganik yang ada saat ini memiliki kekurangan antara lain biaya produksi tinggi, membutuhkan tekanan tinggi pada saat operasi, desain membrane yang rigid, mudah pecah, serta tidak fleksibel. Kekurangan diatas dapat diatasi dengan memanfaatkan kelebihan material nanoselulosa. Nanoselulosa dalam penelitian ini diperoleh dari limbah kulit pisang yang jumlahnya melimpah di Indonesia melalui proses yang relatif murah, sederhana dan ramah lingkungan menggunakan fermentasi bakteri Gluconacetobacter xylinus. Nanoselulosa yang dihasilkan dari sintesis kulit pisang biasa disebut dengan nanoselulosa bakteri atau Bacterial Nano Cellulose (BNC). Kebaruan penelitian ini adalah pengembangan membran flat sheet berbasis BNC yang berasal dari limbah kulit pisang dan nano silika untuk aplikasi desalinasi air laut yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Sintesis BNC dari limbah kulit pisang berhasil dilakukan dan diperoleh kondisi optimal sintesis BNC pada perbandingan kulit pisang dengan air 1:3, nutrisi : sukrosa 5% (w/v), Amonium Sulfat 1% (w/v) atau Urea 0,5%, pH media 3,93 – 4,26, jumlah starter bakteri G. xylinus 15 % (w/v) dan lama fermentasi 6 hari. Karakterisasi BNC kulit pisang yang dihasilkan didapatkan kadar air sebesar 86,59 %, nanofibril diameter 30 – 50 nm, Indeks kristalinitas (Ic) : 86.94 % dan nilai absolut zeta potensial -11.39 mV.
Komposit membran berhasil dibuat dari BNC kulit pisang, selulosa dan silika dengan kitosan 1 % dan dioperasikan pada tekanan kerja 4 dan 5 bar. Membran bersifat hidrofilik dengan Tearing Index tertinggi 7,47 (mNm2/g) dan Tensile Index tertinggi 49,85 (Nm/g) pada komposisi T1 (BNC 60%, mikroselulosa 20%, silika 20%). Penurunan Wet Tensile Index terkecil 64,34% pada komposisi T3’ (BNC 40%, mikroselulosa 20%, silika 40%). Fluks pada membran dengan komposisi mikrosilika lebih besar dibandingkan nanosilika. Fluks maksimal pada mikrosilika - T3 (BNC 40%, mikroselulosa 20%, silika 40%) sebesar 9,375×103 L/m2h sedangkan nanosilika pada - T3’ (BNC 40%, mikroselulosa 20%, nanosilika 40%) sebesar 4.412×103 L/m2h.
Rejeksi garam pada membran dengan komposisi nanosilika lebih besar dibandingkan mikrosilika. Rejeksi garam maksimal pada nanosilika - T2’ (BNC 50%, mikroselulosa 20%, nanosilika 30%) sebesar 4,89% sedangkan mikrosilika pada - T2 (BNC 50%, mikroselulosa 20%, nanosilika 30%) sebesar 3,91%. Pada perbandingan metoda dead end dan cross flow diperoleh rejeksi garam pada metode dead end lebih besar. Pada metode dead end, maksimal sebesar 2,95 % pada membran B (BNC 70%, mikroselulosa 10%, nanosilika 20%). Pada metode cross flow, maksimal sebesar 1,39% pada membran A (BNC 80%, mikroselulosa 10%, nanosilika 10%). Fluks pada metode dead end lebih besar. Pada metode dead end, maksimal sebesar 14,2 ×103 L/m2h pada membran B (BNC 70%, mikroselulosa 10%, nanosilika 20%). Pada metoda cross flow, maksimal diperoleh sebesar 9,329 ×103 L/m2h pada membran A (BNC 80%, miroselulosa 10%, , nanosilika 10%). Nilai fluks dan rejeksi garam memiliki kecenderungan untuk turun pada metode dead end sedangkan pada metoda cross flow sampai menit ke-5 mengindikasikan minimumnya terjadi fouling.