digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian ini mengusulkan model negosiasi yang digunakan untuk menentukan interval pembekuan agar dapat mengatasi masalah ketidakstabilan pada pemanufaktur dan pemasok. Untuk mendapatkan keuntungan yang diharapkan, pemanufaktur menginginkan interval pembekuan yang minimum untuk menghadapi perubahan permintaan. Sementara itu, pemasok menginginkan interval pembekuan yang maksimum agar kegiatan produksi berjalan lancar. Panjang interval pembekuan akan mempengaruhi kebijakan harga kedua pihak. Penelitian ini mengembangkan model dua tahap berbasis fungsi linier untuk menyatakan preferensi masing-masing pihak. Tahap pertama, Model F1 dan Model F2 digunakan untuk menentukan penawaran interval pembekuan dari pemanufaktur dan pemasok. Pada tahap kedua, Model P1 dan Model P2 dikembangkan untuk membangkitkan harga komponen yang ditawarkan berdasarkan batas atas dan bawah margin keuntungan yang telah ditentukan. Untuk mendapatkan kesepakatan, dikembangkan Model Negosiasi dua tahap dengan kriteria jarak preferensi minimum antara proposal pemanufaktur dan proposal balasan pemasok. Jika terjadi kegagalan negosiasi, maka penelitian ini mengusulkan tiga skenario untuk mengatasi kegagalan tersebut. Penelitian ini menggunakan contoh numerik poduk dengan struktur dua level untuk menentukan kesepakatan negosiasi yang dapat memuaskan kedua pihak. Berdasarkan hasil perhitungan contoh numerik, parameter model yang mempengaruhi kesepakatan negosiasi adalah leadtime dan biaya simpan pemanufakur. Selain itu, parameter biaya perubahan per unit jadwal dari pemasok juga menentukan kesepatakan negosiasi.