digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Ahmad Yulizar Zam
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 1 Ahmad Yulizar Zam
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 2 Ahmad Yulizar Zam
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 3 Ahmad Yulizar Zam
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 4 Ahmad Yulizar Zam
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 5 Ahmad Yulizar Zam
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

PUSTAKA Ahmad Yulizar Zam
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

Proses Perundingan Perjanjian Kerja Bersama merupakan hal yang wajib bagi pengusaha dan pekerja di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No:13 Tahun 2003 dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (PERMENAKER) No:28 Tahun 2014. Melalui proses Perjanjian Kerja Bersama ini, serikat pekerja terus untuk memperjuangkan hak-hak intrinsik kesejahteraan pekerja seperti kenaikan gaji, fasilitas kesehatan yang lebih baik, tunjangan transportasi, tunjangan makan, persyaratan kerja, dan kebijakan keselamatan, cara menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga, dan banyak lagi. Dari sudut pandang pengusaha, proses perundingan Perjanjian Kerja Bersama merupakan proses yang sangat krusial karena ‘perundingan yang gagal’ dapat berujung pada pemogokan dan penghentian produksi Perusahaan Penulis melakukan analisis kesenjangan dan data dengan mereview proses yang ada saat ini dengan mengacu pada peraturan yang berlaku. Penulis menggunakan analisis SWOT untuk mengidentifikasi kelemahan saat ini (faktor internal) dan strategi negosiasi tidak terstruktur PT. Layar Berkembang Indonesia. Analisis Eksternal juga dilakukan dengan menggunakan analisis PESTLE untuk mendukung perbaikan strategi dari berbagai aspek yang ada. Berdasarkan pendekatan tersebut, penulis menyusun strategi perbaikan dengan mengembangkan Kerangka Negosiasi Proses Perundingan Perjanjian Kerja Bersama di PT. Layar Berkembang Indonesia. Untuk mendukung implementasi Kerangka Negosiasi baru, manajemen PT. LAYAR BERKEMBANG harus melakukan serangkaian tindakan dan melibatkan seluruh tim pimpinan dalam inisiatif perbaikan ini. Departemen SDM harus memimpin proses ini dan bekerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya dalam penerapan kerangka kerja baru ini sehingga proses Perundingan Kerja Bersama berikutnya dapat lebih akuntabel dan sejalan dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.