Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur sejumlah
manfaat pasti yang diperoleh oleh karyawan pada saat pensiun yang pelaporannya
diatur dalam Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) 24 tentang Imbalan
Kerja. Setelah karyawan memberikan jasanya, maka timbul kewajiban bagi
perusahaan yang disebut imbalan pascakerja. Pada perhitungan imbalan pascakerja
digunakan metode Projected Unit Credit (PUC) dan dibutuhkan dua asumsi yaitu
terkait demografis (tingkat mortalitas, pengunduran diri dan cacat) dan ekonomi
(tingkat suku bunga). Penelitian ini membahas dampak dari perbedaan tabel
mortalitas dan tingkat suku bunga terhadap perhitungan kewajiban imbalan
pascakerja di BPJS Ketenagakerjaan. Adapun tabel mortalitas yang digunakan
adalah Tabel Mortalitas IV Tahun 2019, Tabel Mortalitas Jamsostek Tahun 2017
dan tabel mortalitas yang dibangun dari pemodelan distribusi usia meninggal
karyawan, sedangkan suku bunga dimodelkan dari suku bunga obligasi pemerintah
kualitas tinggi dari Tahun 2013 sampai 2020. Dari pemodelan distribusi usia
meninggal karyawan diperoleh distribusi Weibull dengan parameter !"
yaitu 7,1245
dan #$
adalah 50,0523 sebagai model terbaik yang selanjutnya dikonstruksi menjadi
sebuah tabel mortalita sederhana. Adapun untuk suku bunga diperoleh hasil
estimasi parameter AR(1) yaitu %$
adalah 0,9089 dan rata-rata &? adalah 7,1691 yang
selanjutnya digunakan untuk prediksi satu tahun ke depan. Nilai kewajiban yang
dihitung dengan menggunakan Tabel Mortalitas Indonesia IV menghasilkan nilai
kewajiban yang lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan dengan Tabel
Mortalitas Jamsostek dan tabel mortalitas sederhana. Sedangkan untuk suku bunga,
diperoleh hasil bahwa lebih kecil asumsi tingkat suku bunga yang digunakan, nilai
kewajiban pascakerja akan lebih besar dibandingkan dengan penggunaan asumsi
suku bunga yang lebih besar. Hasil perhitungan nilai kewajiban imbalan pascakerja
untuk satu tahun ke depan diprediksi dalam bentuk interval yang mengacu pada
nilai prediksi suku bunga.