digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Jevon Albern Telaumbanua
PUBLIC Irwan Sofiyan

Daerah Sigi Biromaru dan sekitarnya merupakan bagian dari DAS Palu di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan peta kerentanan longsoran Sulawesi Tengah, daerah ini mempunyai kerentanan longsoran menengah sampai tinggi. Kondisi morfologinya berupa perbukitan terjal menjadi salah satu faktor pengontrol terjadinya longsoran. Peta kerentanan longsoran yang tersedia saat ini masih pada skala provinsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerentanan terjadinya longsor pada skala yang lebih detail, yaitu skala sub-DAS. Metode yang digunakan untuk menganalisis kerentanan longsoran terdiri dari dua jenis, yaitu metode statistik tunggal dan metode statistik kombinasi. Metode statistik tunggal terdiri dari metode bivariat, yaitu frequency ratio (FR), weight of evidence (WoE), dan multivariat, yaitu logistic regression (LR). Metode statistik kombinasi terdiri dari FR-LR dan WoE-LR. Penggabungan metode bivariat dan multivariat tersebut diharapkan dapat memanfaatkan kelebihan dan mengatasi kelemahan masing-masing metode. Berdasarkan identifikasi secara penginderaan jauh pada foto udara drone, citra Google Earth, dan Sentinel 2B, terdapat 265 kejadian longsoran antara tahun 2009-2019 di area penelitian. Data kejadian longsor tersebut kemudian dibagi menjadi dua kelompok secara acak, yaitu data training sebanyak 70% (186 longsoran) dan data tes sebanyak 30% (79 longsoran). Terdapat dua puluh satu parameter yang diuji tingkat pengaruhnya pada kejadian longsor, yaitu kemiringan lereng, arah lereng, plan curvature, profile curvature, kurvatur total, elevasi, arah aliran, terrain ruggedness index (TRI), topographic wetness index (TWI), stream power index (SPI), jarak dari kelurusan, kerapatan kelurusan, jarak dari sungai, kerapatan sungai, litologi, jenis tanah, tekstur tanah, kadar liat (< 0,002 mm), percepatan gempabumi, curah hujan, dan tutupan lahan. Berdasarkan nilai area under curve (AUC), parameter yang berpengaruh dominan terhadap kejadian longsoran di area penelitian dengan menggunakan metode FR dan WoE adalah kemiringan lereng, elevasi, arah lereng, arah aliran, percepatan gempabumi, kadar liat (< 0,002 mm), tutupan lahan, terrain ruggedness index (TRI), kerapatan sungai, jenis tanah, kerapatan kelurusan, litologi, curah hujan, dan stream power index (SPI). Parameter yang dominan berpengaruh terhadap kejadian longsoran di area penelitian dengan menggunakan metode LR adalah kemiringan lereng, elevasi, kadar liat (< 0,002 mm), kerapatan sungai, kerapatan kelurusan, SPI, curah hujan, dan TRI. Parameter yang dominan berpengaruh terhadap kejadian longsoran di area penelitian dengan menggunakan metode FR-LR dan WoE-LR adalah kemiringan lereng, elevasi, arah lereng, arah aliran, kadar liat (< 0,002 mm), tutupan lahan, TRI, kerapatan sungai, kerapatan kelurusan, curah hujan, litologi, SPI, jenis tanah, dan percepatan gempabumi. Hasil evaluasi nilai AUC success rate menunjukkan metode WoE-LR (0,849) dan FR-LR (0,840) lebih baik dibandingkan metode WoE (0,811), LR (0,799), dan FR (0,799). Hasil evaluasi nilai AUC prediction rate menunjukkan metode WoE-LR (0,792) dan FR-LR (0,790) lebih baik dibandingkan metode LR (0,782), WoE (0,756), dan FR (0,752). Berdasarkan analisis Seed Cell Area Index (SCAI), peta zonasi kerentanan longsoran yang dihasilkan oleh metode kombinasi FR-LR dan WoE-LR memiliki hasil yang lebih baik pada zona kerentanan sangat rendah dan tinggi. Berdasarkan analisis spatial domain, metode FR-LR dan WoE-LR menghasilkan tingkat kebenaran piksel yang lebih tinggi dibandingkan metode FR, WoE, dan LR. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa metode FR-LR dan WoE-LR mempunyai akurasi yang lebih baik dibandingkan metode FR, WoE, dan LR untuk zonasi kerentanan longsoran di daerah Sigi Biromaru dan sekitarnya.