Osteoporosis merupakan salah satu penyakit yang sangat mempengaruhi kualitas
hidup manusia terutama pada usia lanjut. Namun, pengobatan konvensional yang
tersedia sampai saat ini masih terbatas dan tidak aman dalam penggunaan jangka
panjang. Oleh karena itu diperlukan alternatif pengobatan yang dapat mengatasi
masalah tersebut. Salah satu kandidat yang menjanjikan adalah sirih bumi
(Peperomia pellucida (L.) Kunth). Melalui serangkaian penelitian, telah
dibuktikan bahwa ekstrak tanaman ini memiliki khasiat antiosteoporosis melalui
percobaan secara in vitro maupun in vivo. Namun masih diperlukan pengujian
untuk mengetahui jenis ekstrak, fraksi maupun senyawa hasil isolasi yang paling
aktif, kandungan senyawa yang dominan berperan pada aktivitas ini serta
mekanisme kerjanya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
senyawa potensial sebagai agen antiosteoporosis dari herba sirih bumi serta
mempelajari mekanisme kerjanya.
Penelitian ini meliputi uji aktivitas antiosteoporosis yang didukung oleh uji
aktivitas antiinflamasi dan estrogenik terhadap sampel ekstrak, fraksi dan
beberapa senyawa hasil isolasi dari tanaman sirih bumi. Aktivitas dan mekanisme
kerja tanaman sirih bumi dievaluasi secara in vivo yang didukung oleh data
pengujian in vitro dan in silico.
Penelitian ini diawali dengan proses ekstraksi dengan maserasi bertingkat
simplisia sirih bumi menghasilkan tiga jenis ekstrak yaitu ekstrak n-heksana, etil
asetat, dan ekstrak etanol. Ekstrak air diperoleh dari proses maserasi terpisah.
Lima senyawa kimia berhasil diisolasi dari ekstrak etil asetat melalui pemantauan
hasil uji estrogenik dan profil kromatografi. Kelima senyawa tersebut adalah
senyawa turunan dari dillapiol (6-allil-5-metoksi-1,3-benzodioksol-4-ol),
pakipostaudin B, pelusidin A, dillapiol dan apiol. 6-allil-5-metoksi-1,3-
benzodioksol-4-ol dan pakipostaudin B merupakan senyawa yang baru pertama
kali diisolasi dari tanaman sirih bumi dan belum pernah dilaporkan aktivitas
farmakologinya. Selain itu, terdapat empat senyawa kimia yang berhasil
diidentifikasi dalam sirih bumi yaitu stigmasterol pada ekstrak n-heksana dan etil
asetat, apigenin dan apigetrin pada ekstrak air, serta kuersetin pada semua ekstrak.
Keberadaan apigetrin pada herba sirih bumi belum pernah dilaporkan pada jurnal
ilmiah yang ada.
Pada penelitian pendahuluan, ekstrak etanol tunggal herba sirih bumi (selanjutnya
disebut ekstrak etanol A) memiliki efek antiosteoporosis yang lebih baik
dibandingkan dengan jusnya melalui percobaan secara in vivo. Selain itu, melalui
percobaan antioksidan secara in vitro (DPPH, ABTS, dan CUPRAC) terhadap
keempat ekstrak ditemukan bahwa ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol memiliki
efek antioksidan terbaik. Pada uji antiinflamasi secara in vitro dengan model
penghambatan permeabilitas membran sel, ekstrak etil asetat menunjukkan
aktivitas tertinggi. Aktivitas ini sebanding dengan yang dimiliki aspirin. Ekstrak
ini juga memiliki pola kromatografi lapis tipis yang paling mirip dengan ekstrak
etanol A sehingga pengujian aktivitas antiosteoporosis hanya dilakukan terhadap
ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol.
Uji aktivitas antiosteoporosis secara in vivo membuktikan bahwa kedua ekstrak
sebanding dalam mempercepat proses penyembuhan tulang berdasarkan
pengamatan kualitatif parameter mikroarsitektur tulang dan histologi sel-sel
tulang. Perbedaan signifikan hanya ditemukan pada peningkatan nilai parameter
ketebalan trabekular yang ditunjukkan oleh ekstrak etanol. Kedua ekstrak secara
signifikan mampu meningkatkan jumlah fibroblas (ekstrak etil asetat 203,32% dan
ekstrak etanol 206,30%, p<0,01) dan menurunkan jumlah sel polymorphonuclear
(PMN) (ekstrak etil asetat 35,35% p<0,05 dan ekstrak etanol 40,49% p<0,01).
Ekstrak etil asetat memiliki potensi aktivitas antiosteoporosis yang lebih baik
berdasarkan pengujian kromatografi cair-spektroskopi massa serta memiliki
kandungan flavonoid yang lebih baik.
Pada pengujian aktivitas estrogenik yang dilakukan terhadap ekstrak n-heksana,
ekstrak etil asetat, ekstrak etanol, ekstrak air, serta dua fraksi, sembilan subfraksi,
dan kelima senyawa kimia hasil isolasi dari ekstrak etil asetat, diperoleh hasil
bahwa kelima senyawa kimia (turunan dillapiol 22,28%; pakipostaudin B 36,54%;
pelusidin A 13,46%; dillapiol 12,73%; dan apiol 33,08%) menunjukkan aktivitas
estrogenik yang lebih rendah dibandingkan fraksi metanol (114,37%). Aktivitas
estrogenik semua isolat kecuali pakipostaudin B bahkan lebih rendah
dibandingkan ekstrak etil asetat (33,83%). Aktivitas estrogenik tertinggi
ditunjukkan oleh ekstrak air dan fraksi metanol dari ekstrak etil asetat. Semakin
tinggi aktivitas estrogenik ini, maka kemungkinan aktivitas antiosteoporosisnya
juga semakin besar. Pengujian juga mengungkapkan bahwa aktivitas estrogenik
diperantarai oleh aktivitas pengikatan ke reseptor estrogen. Pada pengujian
aktivitas antiosteoporosis secara in vitro, ekstrak air konsisten menunjukkan
aktivitas terbaiknya dengan mampu menghambat diferensiasi osteoklas (aktivitas
penghambatan sebesar 92,45 ± 1,82% pada konsentrasi 10 µg/mL). Aktivitas ini
diduga didukung oleh kemampuan ekstrak air dalam menginduksi polarisasi
makrofag M0 menjadi makrofag M1 yang berperan pada penghambatan
osteoklastogenesis. Apigenin diduga menjadi salah satu senyawa aktif dalam
ekstrak air. Apigenin telah dilaporkan mampu menghambat pembentukan dan
fungsi osteoklas serta menginduksi peningkatan apoptosis osteoklas.
Serangkaian uji secara in silico yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
penambatan molekular pada reseptor estrogen alfa dan beta, Receptor Activator of
Nuclear Factor-?B Ligand (RANKL), osteoprotegerin (OPG), cathepsin K, dan
Matrix Metallopeptidase-9 (MMP-9). Analisis secara in silico untuk memprediksi
profil absorbsi, distribusi, metabolisme, ekskresi, dan toksisitas (ADMET)
senyawa kimia, serta memprediksi aktivitas biologi juga turut dilakukan.
Hasil uji aktivitas estrogenik secara in silico mendukung hasil uji secara in vitro.
Uji ini memprediksi bahwa apigetrin, 6-allil-5-metoksi-1,3-benzodioksol-4-ol,
pakipostaudin B, dillapiol dan apiol mampu berikatan pada cathepsin K
sedangkan apigenin dan apigetrin pada MMP-9 yang ditunjukkan dengan nilai
energi ikatan yang cukup tinggi dan kemiripan ikatan pada residu asam amino
tertentu dengan ligan alami. 6-allil-5-metoksi-1,3-benzodioksol-4-ol, dillapiol,
dan apiol diprediksi ikut terlibat pada aktivitas antiinflamasi ekstrak etil asetat
melalui penghambatan permeabilitas membran sel. 6-allil-5-metoksi-1,3-
benzodioksol-4-ol, pelusidin A, dillapiol, dan apiol diprediksi berbahaya bila
tertelan dengan adanya nilai LD50 dan tingkat kelas toksisitas. Perhatian khusus
diperlukan terhadap kemungkinan efek karsinogenik dan imunotoksisitas yang
ditimbulkan oleh 6-allil-5-metoksi-1,3-benzodioksol-4-ol, dillapiol, dan apiol.