digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJP) dalam perjalanannya mengalami pergeseran tujuan dari ‘sekedar’ aspek ekonomik kini meluas menyentuh aspek sosial. Dari sisi teknis, praktik PBJP mengalami transformasi dari sistem manual/konvensional beralih ke sistem elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (e-procurement). Dalam implementasinya, PBJP tidak selalu berjalan sesuai dengan ‘skenario’ para pihak yang terlibat. Sebaliknya sering mengalami banyak ‘masalah’ atau hal-hal di luar ‘skenario’. Di antaranya banyak ditemukan kasus korupsi, penyelewengan, dan lain sebagainya. Terjadinya fenomena tersebut diduga berkaitan dengan peran atau fungsi yang di’mainkan’ tidak hanya oleh faktor human (sosio) tetapi juga faktor non-human (teknik). Penelitian ini berusaha mendeskripsikan peran kedua faktor tersebut secara asosiatif/relasional dalam perspektif Actor-Network Theory. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data yang diperoleh bersumber dari wawancara, pengamatan, serta berbagai sumber dari internet yang berkaitan dengan proses penyelenggaraan PBJP di Indonesia. Hasil analisis data menunjukkan gambaran praktik penyelenggaraan PBJP yang melibatkan entitas-entitas manusia dan non-manusia yang beragam. Di era konvensional, ‘jejaring’ relasi pelaku pengadaan dan objek-objek teknis dalam PBJP menunjukkan kecenderungan praktik pengadaan yang sentralistik dan terbatas, yakni ‘hanya’ diperuntukkan bagi penyedia lokal. Pada masa transisi menuju era elektronisasi, konfigurasi ‘jejaring’ relasi yang berubah membawa efek praktik PBJP yang cenderung desentralistik. Penggunaan perangkat TIK memperluas jangkauan informasi lelang yang membawa konsekuensi adanya persaingan antar penyedia antar daerah. Di era elektronik, praktik pengadaan secara elektronik (e-procurement) cenderung sentralistik dari sisi kebijakan namun desentralistik dari sisi praktik. ‘Jejaring’ relasi pelaku pengadaan dan perangkat TIK membawa efek kecenderungan praktik yang lebih efisien di satu sisi namun dari sisi lain mengeksklusi penyedia dari UKM serta munculnya celah ‘penyimpangan’ berupa negosiasi yang dilakukan di luar sistem. Penyelenggaraan PBJP sudah seharusnya memperhatikan tidak hanya bagaimana mendesain kinerja perangkat-perangkat pendukung, akan tetapi juga bagaimana perangkat tersebut digunakan oleh pengguna dan kemungkinan timbulnya dampak lain sebagai antisipasi terhadap munculnya ‘masalah’. Kata kunci: pengadaan barang/jasa pemerintah, e-procurement, actor-network theory