Bangunan gedung rumah sakit merupakan instansi kesehatan publik bagi semua
orang. Ketersediaan ruang sirkulasi yang aksesibel pada desain bangunan gedung
rumah sakit di Indonesia masih belum menyeluruh dan belum berjalan optimal.
Minimnya aksesibilitas tersebut, disebabkan rendahnya keberanian dari para
penyelenggara bangunan rumah sakit untuk meyediakan sarana rumah sakit yang
sesuai standar dan dirancang universal untuk semua orang. Ditambah dengan
rendahnya paradigma akan pentingnya kemudahan desain bangunan gedung oleh
masyarakat, menyebabkan kegiatan dari pengguna terhambat dan memaksanya
untuk beradaptasi. Apalagi jika terkait dengan pasien yang mengalami penurunan
fungsi kerja tubuh dan keterbatasan fisik, yang menyebabkannya mengalami
gangguan lokomotor (gerakan untuk berpindah tempat atau berjalan). Pada
akhirnya pasien menggunakan ABJ untuk membantunya dalam melalui proses
pengobatan. Pasien dengan karakteristik ini sudah ditetapkan oleh pemerintah
masuk dalam kelompok pengguna yang membutuhkan ruang sirkulasi dan fasilitas
yang aksesibel agar mereka tidak merasakan kendala-kendala atau kesulitan saat
mengakses bangunan rumah sakit. Akan tetapi, pada akhirnya kebijakan mengenai
standar bangunan tersebut belum tegas diterapkan di dalam lingkungan rumah sakit.
Padahal standar tentang pedoman perancangan kemudahan bangunan gedung demi
mewujudkan aksesibilitas semua orang telah diatur dengan jelas, yakni desain
universal.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat aksesibilitas pasien, kemudian
mengidentifikasi penerapan prinsip desain universal terkait dengan aksesibilitas di
rumah sakit, serta memberikan usulan dan rekomendasi untuk memperbaiki atau
memperbaharui elemen aksesibilitas bangunan gedung pada objek penelitian sesuai
dengan aturan dan standar konsep desain universal. Studi kasus dilakukan di RSUD
dr Iskak dan RSUD Gambiran. Objek penelitian fokus kepada zona Instalasi Rawat
Jalan (IRJ). Masing-masing objek penelitian akan dibagi menjadi lima segmen
untuk mempermudah observasi dan analisis.
Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Tahap awal
penelitian adalah peneliti melakukan observasi pada objek penelitian untuk
mengamati fenomena atau kendala-kendala aksesibilitas yang terjadi di rumah sakit
dan mengumpulkan data lapangan. Instrumen observasi menggunakan indikator
3
tujuh prinsip desain universal sebagai pedoman dalam proses observasi dan analisa.
Tahap kedua, intrumen kuesioner pada rumah sakit menggunakan indikator asas
aksesibilitas. Sampel penelitian adalah pasangan pasien dengan gangguan
lokomotor dan pendampingnya. Pemilihan sampling dengan menggunakan teknik
cluster random sampling, yaitu responden dipilih berdasarkan karakter pasien
ambulant yang menggunakan alat mobilitas tongkat, kruk, dan walker, kemudian
karakter pasien wheelchair yang menggunakan kursi roda, dan pasien pengguna
brankart. Selanjutnya analisis uji statistik deskriptif dan uji-T dilakukan dan hasil
data disajikan dengan tabel distribusi frekuensi. Metode analisis dipilih untuk
mengetahui tingkat aksesibilitas rumah sakit berdasarkan tanggapan pasien,
mengetahui klasifikasi aksesibilitas rumah sakit berdasarkan tujuh prinsip desain
universal, perbedaan nilai total rata-rata dari masing-masing objek penelitian, dan
mengusulkan rekomendasi untuk meningkatkan aksesibilitas pada elemen-elemen
aksesibilitas bangunan yang masih kurang aksesibel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada RSUD Gambiran kategori aksesibilitas
standar sebesar 18%, sementara pada RSUD dr. Iskak aksesibilitas standar sebesar
7%. Sejalan dengan hasil uji-T yang menunjukkan bahwa ada perbedaan
aksesibilitas antara RSUD Gambiran (rata-rata 178.34) dan RSUD dr Iskak (ratarata
186.44). Kesimpulannya tingkat aksesibilitas RSUD dr. Iskak lebih tinggi dari
pada aksesibilitas di RSUD Gambiran, serta RSUD Gambiran dan RSUD dr. Iskak
ternyata belum menerapkan prinsip desain universal pada tiap elemen aksesibilitas
bangunan gedungnya secara menyeluruh.