digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Kristiawan Ariwibawa
PUBLIC Alice Diniarti

COVER Kristiawan Ariwibawa
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 1 Kristiawan Ariwibawa
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Kristiawan Ariwibawa
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Kristiawan Ariwibawa
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Kristiawan Ariwibawa
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Kristiawan Ariwibawa
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Kristiawan Ariwibawa
PUBLIC Alice Diniarti

Kendaraan listrik merupakan mode transportasi masa depan karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan kendaraan berbasis motor bakar. Kendaran listrik mampu memberikan efisiensi penggunaan energi yang lebih tinggi, lebih ramah lingkungan, dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Sistem baterai lithium-ion menjadi kandidat utama sebagai sistem penyedia energi pada kendaraan listrik, dikarenakan ringan dan memiliki kerapatan energi yang tinggi dibandingkan tipe baterai lainnya seperti asam timbal. Namun baterai litium-ion memiliki beberapa tantangan yang perlu diatasi seperti sensitif terhadap (1) temperatur berlebih, (2) ketidaksetimbangan kapasitas antar sel, (3) kemungkinan terjadinya pemakaian yang berlebih (over discharged), dan (4) kemungkinan terjadinya pengisian yang berlebih tinggi (overcharged) yang dapat memperpendek masa guna sistem baterai. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pemantauan kondisi baterai untuk menjaga baterai beroperasi pada kondisi aman. Salah satu kondisi baterai yang harus dapat dipantau dan diprediksi adalah temperatur. Pelepasan termal dalam baterai secara berlebihan dapat menyebabkan baterai mengalami degradasi. Efek dari degradasi ini adalah penurunan kapasitas simpan baterai selama siklus pengisian atau pemakaian. Kendala dari pemantauan temperatur dalam sistem baterai adalah pada jumlah sensor temperatur yang harus dipasang di setiap sel baterai sehingga biaya pembuatan sistem baterai menjadi tinggi. Selain itu, ada kendala teknis yang dihadapi ketika banyak sensor temperatur yang harus dipasang dalam sebuah sistem manajemen termal yang dibatasi oleh dimensi penempatan baterai seperti pada kendaraan listrik. Kondisi tersebut dapat menyulitkan proses pengoperasian dan perawatan sistem baterai pada kendaraan listrik. Diperlukan pemodelan distribusi temperatur yang dapat digunakan sebagai referensi peletakan posisi sensor yang tepat dan dapat digunakan sebagai basis prediksi temperatur sistem baterai secara keseluruhan. Memanfaatkan pemodelan dan analisis ini dapat secara efektif meminimalkan penggunaan sensor namun tetap memastikan baterai beroperasi pada daerah aman. Berdasarkan pemodelan tersebut dapat diketahui distribusi temperatur sistem baterai dengan informasi dasar pengukuran seperti tegangan dan arus pengisian atau pemakaian serta data pengukuran temperatur pada beberapa titik. Model distribusi temperatur sistem baterai dapat diperoleh dengan metode pemodelan Computational Fluid Dynamics (CFD). CFD adalah metode yang terbukti efektif dalam memprediksi aliran panas dan temperatur pada modul baterai. Akan tetapi metode ini tidak dapat diimplementasikan langsung pada pengukuran real-time untuk memprediksi distribusi temperatur baterai. Hal tersebut karena metode CFD memerlukan sumber daya komputasi yang besar untuk dapat memperoleh prediksi dengan cepat. Alternatif yang dapat digunakan adalah dengan memanfaatkan machine learning (ML). Akan tetapi pemodelan dengan ML membutuhkan data latih yang banyak. Dengan demikian diperlukan eksperimen dalam jumlah besar untuk memperoleh data latih yang cukup. Pada penelitian ini dikembangkan model distribusi temperatur sistem baterai kendaraan listrik dengan menggabungkan metode CFD dan ML. Sistem baterai kendaraan listrik yang dimodelkan menggunakan sel baterai lithium silinder 18650 tipe NMC dengan tegangan nominal 3,6 Volt dan kapasitas 3000 mAh yang kemudian disusun 24 paralel dan 10 seri sehingga membentuk modul baterai dengan tegangan nominal 36 Volt dan kapasitas 72 Ah. Data latih untuk mengembangkan model dengan metode ML diperoleh dari simulasi CFD. Ini dapat mengurangi biaya dan waktu yang diperlukan untuk melakukan eksperimen langsung pada sistem baterai. Model yang diperoleh dari ML kemudian divalidasi menggunakan data hasil eksperimen. Penelitian ini dibagi menjadi 5 tahap meliputi: (1) pemodelan CFD sistem baterai menggunakan aplikasi COMSOL, (2) pemodelan ML distribusi temperatur dengan metode regresi mesin pendukung (RVP), (3) eksperimen menggunakan sistem baterai, (4) validasi model RVP dengan data hasil eksperimen, dan (5) analisis distribusi temperatur pada sistem baterai. Simulasi pada CFD dilakukan untuk memperoleh data distribusi temperatur sistem baterai yang akan digunakan membangun model distribusi temperatur dengan metode RVP. Selanjutnya model distribusi temperatur yang diperoleh dengan metode RVP divalidasi menggunakan data temperatur yang diperoleh dari eksperimen. Model distribusi temperatur yang paling baik pada model RVP diperoleh dengan kernel RBF, nilai parameter C=1 dan nilai parameter gamma=0,1. Model tersebut memiliki nilai mean square error (MSE) 0,53; mean absolute percentage error (MAPE) 1,01% dan mean absolute error (MAE) 0,34 pada fase tes. Sementara pada fase validasi memiliki nilai MSE 0,72; MAPE 2,45% dan MAE 0,58.