BAB 5 Tjutju Widjaja
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 6 Tjutju Widjaja
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA Tjutju Widjaja
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan
Kaum perempuan Tionghoa tidak memiliki peran yang penting dalam sistem sosial. Fakta ini disebabkan oleh budaya masyarakat tradisional Tionghoa yang menganut sistem patrilineal. Kelenteng perempuan merupakan tempat ibadah bagi para penganut ajaran Tridharma. Sanjiao atau Tridharma (Tiga Ajaran) adalah perwujudan sinkretisme dari tiga aliran utama kepercayaan masyarakat Tionghoa yakni: Buddhisme, Konfusianisme dan Taoisme. Kelenteng perempuan selain tempat ibadah, berfungsi sebagai tempat merawat bayi dan anak-anak perempuan yang tidak diinginkan. Mereka tinggal hingga dewasa di Kelenteng tersebut. Kekeluargaan dalam kelenteng sangat erat dan saling membantu. Dalam perkembangan selanjutnya kelenteng perempuan yang dipimpin oleh Zhai Ji menjadi tempat masyarakat Tionghoa meminta bantuan spiritual maupun menjadi tempat pendidikan formal dan non formal bagi masyarakat. Fenomena di atas memperlihatkan perempuan-perempuan yang berada dalam lingkup kelenteng perempuan mampu bangkit dari keterpurukan sebagai bayi perempuan yang tidak diinginkan, menjadi manusia yang memiliki arti bagi kehidupan. Fenomena tersebut memperlihatkan kekuatan mereka untuk mengaktualsiasikan diri melalui organisasi di kelenteng maupun relasi dengan masyarakat luas di luar kelenteng. Fenomena berkaitan dengan keberadaan perempuan-perempuan di kelenteng perempuan menjadi sumber konsep dalam proses berkarya. Proses berkarya melalui tahapan riset dengan pendekatan teori kajian perempuan dan sejarah budaya Tionghoa. Selanjutnya proses berkarya dengan teori kajian perempuan, fungsi personal seni, serta analisis karya menggunakan metode kritik Feldman. Proses penelitian merumuskan faktor-faktor penting yang diambil untuk konsep berkarya. Konsep dalam berkarya ini adalah memvisualisasikan dan mengekspresikan perasaan dan pemikiran berkaitan dengan kehidupan perempuan di Klenteng perempuan. Respon kesedihan, kemarahan melihat kondisi bayi perempuan maupun anak perempuan yang dibuang, respon semangat melihat sepak terjang saat mereka bangkit dari keterpurukan, dan respon rasa hormat Ketika mereka telah menjadi Zhai Ji seorang yang memiliki kemampuan spiritual tinggi di Kelenteng.
ii
Proses visualisasi karya terbagi dalam tiga proses. Proses pertama visualisasi perasaan sedih, kasian kepada anak-anak perempuan di kelenteng dan perasaan marah pada budaya patriarki yang merendahkan perempuan, divisualisasikan dengan menggunakan ikon-ikon yang ada dalam kelenteng. Divisualisasikan dalam bentuk lukisan dua dimensi dengan icon-icon tadi dan tulisan kaligrafi Tionghoa. Proses kedua masih dengan perasaan sedih, kasian, dan marah, ditambah dengan perasaan kagum terhadap perempuan-perempuan di Kelenteng. Perasaan tersebut divisualisasikan dalam bentuk tiga dimensi patung dari gips maupun kertas dengan bentuk Dewi Guan Im dan sosok Zhai Ji dengan goresan-goresan kaligrafi Tionghoa yang mengekspresikan perasaan tadi. Proses ketiga adalah munculnya perasaan optimis dan kagum kepada Zhai Ji dan perempuan-perempuan di klenteng yang menerima kehidupan dengan ikhlas dan penuh optimisme. Mereka telah sampai pada hakikat hidup, spiritualitas yang tinggi. Visualisasi sudah tidak memerlukan ikon-ikon dalam klenteng, tetapi menggunakan tulisan kaligrafi Tionghoa yang semakin lama semakin tidak mementingkan keterbacaan, melainkan memperlihatkan garis-garis optimisme dan arah menuju spiritualitas dengan menggunakan warna hitam putih. Proses pengerjaan karya ini memperlihatkan proses pandangan terhadap kehidupan perempuan di kelenteng perempuan dari hal-hal yang duniawi hingga di penghujung menyadarkan tentang tingkat spiritualitas. Temuan dalam proses berkarya ini adalah pergeseran visualisasi dari realis menuju abstrak. Penggunaan kaligrafi Tionghoa yang diubah dari bermakna menjadi esensi visual. Selain itu memanfaatkan perulangan atau lapisan-lapisan dalam proses berkarya periode terakhir.