digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit yang bisa berakibat fatal dan sering dilaporkan meningkat secara dramatis di beberapa tahun terakhir. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), dengue juga termasuk dalam daftar sepuluh penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi di dunia. Munculnya wabah setiap tahun di banyak negara menunjukkan kompleksitas pencegahan dan pengendalian demam berdarah dengue. Hal ini merupakan tantangan besar bagi para peneliti dan pembuat kebijakan untuk memahami penyebaran dan membangun sistem peringatan dini demam berdarah dengue. Perubahan iklim seperti curah hujan, kelembapan udara, dan suhu merupakan penentu utama dalam intensitas kasus dengue. Tingkat curah hujan, kelembapan udara, dan suhu yang sesuai dapat membantu vektor berkembang biak secara optimal di ekosistemnya. Informasi iklim ini kemudian memerankan peran yang sangat penting pada penyebaran virus dengue, sebagai faktor utama pendukung dinamika vektor yang sulit untuk diprediksi. Disisi lain, peningkatan kepadatan penduduk dan mobilitas manusia memberikan peluang virus untuk menyebar dan berkembang biak di daerah non-endemic. Penelitian ini membahas tentang model matematika penyebaran virus dengue yang melibatkan faktor mobilitas dan iklim dengan menggunakan metode klasterisasi (clustering). Pertama, model deterministik dan stokastik host-vector pada populasi tertutup dikaji serta divalidasi dengan menggunakan data kasus dengue. Namun, model autonomous tersebut hanya dapat mengcover data pada satu periode outbreak. Oleh karena itu, model non-autonomous dikembangkan untuk mengcover dan menganalisis efek musiman kasus dengue dan laju infeksinya. Periodisitas ini juga ditunjukkan oleh data kasus dengue dan iklim yang telah dilaporkan selama beberapa tahun oleh Dinas Kesahatan serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Faktor iklim kemudian dilibatkan dalam konstruksi model penyebaran dengue menggunakan model multiple regression yang terintegrasi dengan dengan metode clustering. Variabel iklim yang digunakan dalam penelitian ini adalah curah hujan dan kelembapan udara. Klasterisasi ini digunakan untuk membedakan dampak kondisi iklim yang berbeda terhadap kasus dengue. Batas optimalnya kemudian diperoleh dengan menggunakan metode Particle Swarm Optimization yang meminimumkan residualnya. Selanjutnya, model dinamika dengue dengan melibatkan faktor iklim yang termuat pada parameter laju infeksi dan parameter lain di dinamik vektor dikonstruksi untuk menganalisis keterkaitan dinamika hostvektor terhadap iklim. Di bagian akhir penelitian ini, model dinamika dengue dikonstruksi dengan melibatkan faktor mobilitas serta iklim yang terintegrasi dengan metode clutering yang dapat dijadikan prediksi kasus. Kajian ini kemudian dapat dimanfaatkan sebagai upaya penanggulangan dini kasus dengue secara spasial dan temporal. Pola penyebaran secara spasial serta korelasi spasial kasus dengue diinvestigasi pada bagian akhir penelitian ini. Hal ini sangat bermanfaat bagi dinas kesehatan terkait dan pengambil kebijakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan upaya intervensi yang optimal dan efisien.