Demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit yang bisa berakibat
fatal dan sering dilaporkan meningkat secara dramatis di beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), dengue juga termasuk
dalam daftar sepuluh penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi di dunia.
Munculnya wabah setiap tahun di banyak negara menunjukkan kompleksitas pencegahan
dan pengendalian demam berdarah dengue. Hal ini merupakan tantangan
besar bagi para peneliti dan pembuat kebijakan untuk memahami penyebaran dan
membangun sistem peringatan dini demam berdarah dengue.
Perubahan iklim seperti curah hujan, kelembapan udara, dan suhu merupakan
penentu utama dalam intensitas kasus dengue. Tingkat curah hujan, kelembapan
udara, dan suhu yang sesuai dapat membantu vektor berkembang biak secara
optimal di ekosistemnya. Informasi iklim ini kemudian memerankan peran yang
sangat penting pada penyebaran virus dengue, sebagai faktor utama pendukung
dinamika vektor yang sulit untuk diprediksi. Disisi lain, peningkatan kepadatan
penduduk dan mobilitas manusia memberikan peluang virus untuk menyebar dan
berkembang biak di daerah non-endemic.
Penelitian ini membahas tentang model matematika penyebaran virus dengue
yang melibatkan faktor mobilitas dan iklim dengan menggunakan metode klasterisasi
(clustering). Pertama, model deterministik dan stokastik host-vector pada
populasi tertutup dikaji serta divalidasi dengan menggunakan data kasus dengue.
Namun, model autonomous tersebut hanya dapat mengcover data pada satu periode
outbreak. Oleh karena itu, model non-autonomous dikembangkan untuk mengcover
dan menganalisis efek musiman kasus dengue dan laju infeksinya. Periodisitas ini
juga ditunjukkan oleh data kasus dengue dan iklim yang telah dilaporkan selama
beberapa tahun oleh Dinas Kesahatan serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG).
Faktor iklim kemudian dilibatkan dalam konstruksi model penyebaran dengue
menggunakan model multiple regression yang terintegrasi dengan dengan metode
clustering. Variabel iklim yang digunakan dalam penelitian ini adalah curah hujan dan kelembapan udara. Klasterisasi ini digunakan untuk membedakan
dampak kondisi iklim yang berbeda terhadap kasus dengue. Batas optimalnya
kemudian diperoleh dengan menggunakan metode Particle Swarm Optimization
yang meminimumkan residualnya. Selanjutnya, model dinamika dengue dengan
melibatkan faktor iklim yang termuat pada parameter laju infeksi dan parameter
lain di dinamik vektor dikonstruksi untuk menganalisis keterkaitan dinamika hostvektor
terhadap iklim.
Di bagian akhir penelitian ini, model dinamika dengue dikonstruksi dengan
melibatkan faktor mobilitas serta iklim yang terintegrasi dengan metode clutering
yang dapat dijadikan prediksi kasus. Kajian ini kemudian dapat dimanfaatkan
sebagai upaya penanggulangan dini kasus dengue secara spasial dan temporal. Pola
penyebaran secara spasial serta korelasi spasial kasus dengue diinvestigasi pada
bagian akhir penelitian ini. Hal ini sangat bermanfaat bagi dinas kesehatan terkait
dan pengambil kebijakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan upaya
intervensi yang optimal dan efisien.