digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2000 SETIAWAN
PUBLIC rikrik

Abstrak : Perkembangan industri di cekungan Bandung Timur berkembang cukup pesat, dengan jenis industri terbanyak adalah tekstil dan pakaian jadi. Jenis industri tersebut banyak menggunakan air dalam proses kegiatannya. Untuk memenuhi kebutuhan air tersebut, industri menggunakan airtanah. Penyebaran industri ini terkonsentrasi di tiga kawasan industri yaitu Rancaekek, Majalaya dan Cikancung. Meskipun ada curah hujan yang cukup besar sebagai sumber imbuhan utama (recharge) airtanah, namun tidak semua air hujan meresap ke dalam tanah dan mengisi kembali lapisan pembawa air (akuifer) dalam. Bordasarkan perhitungan aliran alami airtanah, yang diperhitungkan sebagai imbuhan terhadap airtanah dalam diketahui besarnya imbuhan tersebut adalah 15,8 juta m3/tahun. Eksploitasi airtanah yang dilakukan oleh industri meningkat dari 3,88 m3/tahun pada tahun 1992 meningkat menjadi114,9 juta m3/tahun. pada tahun 1998 telah menjadikan cadangan airtanah di cekungan Bandung Timur menjadi kritis. Hal ini perlu ditangani secara serius, sebab perkembangan industri di kawasan ini masih tents meningkat. Dampak negatif dari pengambilan airtanah adalah semakin menurunnya piezometric head di cekungan Bandung Timur. Berdasarkan hasil kompilasi dan pemodelan airtanah di kawasan ini, tercatat penurunan terbesar terjadi di sumur pantau Kahatex sebesar 28,12 meter butt. Akibat penurunan ini terbentuknya kerucut depresi di kawasan industri Rancaekek, yang jika tidak ada upaya untuk pengurangan debit pengambilan akan semakin meluas. Debit optimum pengambilan airtanah di kawasan industri Rancaekek adalah tidak melebihi 100 m3/hari per sumur untuk mencegah terjadi penurunan yang lebih besar. Untuk kawasan industri Majalaya sudah merupakan kawasan yang dilarang pembuatan surnur baru untuk keperluan industri. Kawasan industri Cikancung masih memungkinkan, tetapi dengan melakukan pembalesan pengambilan airtanah.