digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Novi Fitria
PUBLIC Irwan Sofiyan

Limbah infeksius rumah sakit telah menjadi isu penting karena berpotensi dan berisiko memaparkan penyakit baik terhadap pasien, pekerja rumah sakit, dan masyarakat yang tinggal di sekitar rumah sakit. Penilaian risiko dalam sistem pengelolaan limbah infeksius dibagi menjadi dua metode yaitu (1) analisis risiko secara kualitatif yang mengidentifikasi risiko secara deskriptif, (2) analisis risiko secara kuantitatif yang mengidentifikasikan risiko dengan menggunakan perhitungan untuk mendapatkan prioritisasi risikonya mulai dari proses pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan hingga proses disposal. Saat ini, di Indonesia peraturan yang mengatur tata cara penanganan limbah B3 dari kegiatan fasilitas pelayanan kesehatan telah tertuang pada Permen LHK. p.56/2015, namun studi yang komprehensif untuk mengevaluasi implementasinya dan hubungannya dengan penilaian risiko belum terkaji secara komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kesesuaian pengelolaan limbah infeksius rumah sakit terhadap peraturan yang berlaku serta mengembangkan penilaian risiko dengan pendekatan metode FMEA dalam sistem pengelolaan limbah infeksius rumah sakit. Penelitian dilaksanakan di 7 rumah sakit daerah Bandung. Penelitian ini terdiri dari 4 tahapan, yaitu tahap ke-1 adalah mengestimasi timbulan, proporsi limbah infeksius dan mengidentifikasi faktor yang mempengaruhinya serta mengobservasi kondisi eksisting pengelolaan limbah infeksius rumah sakit. Tahap ke-2 adalah mengidentifikasi dan mengevaluasi pengelolaan limbah infeksius rumah sakit terhadap peraturan yang berlaku serta membandingkan dan mengevaluasi pengelolaan limbah infeksius antara negara berkembang dengan negara maju. Tahap ke-3 adalah mengidentifikasi kegagalan proses pengelolaan limbah infeksius yang berpotensi menimbulkan risiko dan menilai risiko dengan pendekatkan metode FMEA. Tahap ke-4 dilanjutkan dengan pengembangan usulan (framework) penilaian risiko pengelolaan limbah infeksius yang terintegrasi mencakup aspek kebijakan atau peraturan serta aspek teknis operasional, sehingga dapat dilakukan prioritisasi risiko dan tindakan rekomendasinya. Penelitian tahap ke-1 melalui direct sampling didapatkan estimasi timbulan limbah infeksius dari 7 rumah sakit adalah 317,1 kg/hari dengan proporsi limbah infeksius 30,4%. Timbulan limbah infeksius di fasilitas rawat inap adalah 45±39,5kg/hari; 0,4±0,2kg/TT/hari dan 0,7±0,5kg/occ.TT/hari. Timbulan dan proporsi limbah infeksius dipengaruhi secara signifikan oleh tipe rumah sakit. Rumah sakit tipe C memberikan timbulan limbah infeksius yang tertinggi secara signifikan dibandingkan dengan rumah sakit tipe A , B dan D. Teridentifikasi bahwa timbulan limbah infeksius pada rawat inap tidak linier terhadap tipe rumah sakit, namun lebih dipengaruhi oleh tindakan medis yang dilakukan pada pasien. Tingginya timbulan dan proporsi limbah infeksius di wilayah studi diakibatkan pewadahan limbah noninfeksius yang disatukan dengan limbah infeksius di ruang rawat inap. Penelitian tahap ke-2 berfokus pada persentase kesesuaian pengelolaan limbah infeksius rumah sakit berdasarkan EPA/1992 dan Permen LHK.p56/2015. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar ceklist. Rata-rata % kesesuaian pengelolaan limbah infeksius dari 7 rumah sakit adalah berturut -turut 57% dan 59%. Sedangkan di Radboud UMC memberikan % kesesuaian pengelolaan limbah infeksius rumah sakit sebesar 97% berdasarkan EPA/1992 dan 90% berdasarkan Permen LHK p.56/2015. Perbedaan persentase dikarenakan terdapat perbedaan regulasi di bagian pemilahan dan SOP penguburan limbah infeksius. Radboud UMC memilah dan mengumpulkan limbah infeksius pada kontainer padat serta tidak mengubur limbah infeksusnya. Kesesuaian pengelolaan limbah infeksius di daerah Bandung dipengaruhi oleh tipe rumah sakit, status akreditasi dan status petugas kebersihan dengan p value < 0,05. Sedangkan terhadap proporsi dan timbulan limbah infeksius % kesesuaian pengelolaan limbah infeksius memberikan hubungan yang kuat dengan koefisien korelasi berturut-turut (r) 0,8801 dan 0,7073 pada satuan limbah infeksius kg/TT/hari. Rendahnya tingkat % kesesuaian pengelolaan limbah infeksius di daerah Bandung menunjukkan adanya potensi risiko yang lebih tinggi terhadap kesehatan petugas, pasien dan pengunjung rumah sakit oleh penyakit infeksius jika dibandingkan dengan Radboud UMC Belanda. Pada daerah studi proses pemilahan, rencana darurat dan pembuangan limbah infeksius memberikan % kesesuaian < 50% dengan nilai berturut-turut 28,4%; 33,3% dan 42,9%. Penelitian tahap ke-3 melakukan identifikasi bentuk-bentuk kegagalan (failure modes) dalam pengelolaan limbah infeksius. Data diperoleh melalui kuesioner yang diisi oleh 125 responden yang bekerja di rumah sakit dengan profesi dokter, staf kantor, apoteker, bidan, petugas kesling, petugas kebersihan dan analis, dimana 53% responden bekerja di wilayah studi dan 47% responden bekerja di luar wilayah studi. Hasil studi menunjukkan terdapat potensi risiko dalam pengelolaan limbah infeksius baik pada proses pemilahan, pengumpulan, penyimpanan, SDM maupun SOP. Identifikasi failure modes dari kuesioner dan observasi lapangan di 7 rumah sakit kemudian diakumulasikan dan didapatkan 55 failure modes untuk instrumen FMEA dengan 9 sistem fungsional. Penilaian risiko pada FMEA terdiri dari nilai severity, occurrence dan detection. Hasil perkalian nilai severity, occurrence dan detection disebut dengan risk priority number (RPN). Pada studi ini juga dikembangkan kategori penilaian risiko dengan skala 1 hingga 5. Penelitian tahap ke-4 dilakukan pengembangan penilaian risiko dengan instrumen FMEA. Framework dan instrumen penilaian risiko yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari : (1) penggunaan peraturan Permen LHK No. p.56/2015 sebagai standar evaluasi pengelolaan limbah infeksius rumah sakit dan penentuan 9 (sembilan) sistem fungsional proses pengelolaan limbah infeksius; (2) penambahan variabel profil rumah sakit dalam sampel sebagai dasar inventarisasi failure modes; (3) penentuan kategori nilai severity, occurrence dan detection dengan skala 1-5; (4) dilakukan uji coba instrumen FMEA; (5) uji validasi instrumen FMEA. Nilai total RPN dengan variabel rumah sakit bervariasi yaitu antara 700 – 2348, dimana rumah sakit yang belum terakreditasi memberikan nilai RPN tertinggi dalam pengelolaan limbah infeksiusnya. Sedangkan total RPN variabel sistem fungsional bervariasi antara 344-1425, dimana proses pembuangan (disposal) limbah infeksius memberikan nilai risiko tertinggi dengan total RPN 1425 dan diikuti dengan proses penyimpanan (storage) limbah infeksius dengan total RPN 1420. RPN dipengaruhi secara signifikan oleh jenis rumah sakit, tipe rumah sakit, status akreditasi rumah sakit, status kepemilikan, dan status petugas kebersihan dengan p value < 0,05. Hasil uji validasi instrumen FMEA menunjukkan hubungan yang signifikan antara % kesesuaian pengelolaan limbah infeksius dengan nilai RPN dengan koefisien korelasi (r) 0,9368.