ABSTRAK Fernanda Rinia Putri
Terbatas Irwan Sofiyan
» ITB
Terbatas Irwan Sofiyan
» ITB
Pleurotus giganteus dikenal sebagai jamur tiram raksasa. Jamur isolat lokal ini
umum ditemukan di sekitar kawasan Gunung Geulis, Kabupaten Sumedang pada
saat musim hujan. Jamur ini memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan
pangan. Namun, penelitian mengenai teknologi produksi jamur ini belum banyak
dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan
pengembangan teknologi produksi jamur Pleurotus giganteus isolat lokal melalui
eksplorasi terhadap komposisi media tumbuh. Eksplorasi dilakukan terhadap
substrat utama dan suplementasinya. Eksplorasi substrat utama dilakukan dengan
membandingkan pertumbuhan jamur pada limbah jerami, kulit kopi, ampas kopi,
dan kedebong pisang melalui panjang miselium. Hasil penelitian menunjukkan
tidak adanya pertumbuhan miselium pada substrat kulit kopi dan kedebong pisang.
Namun, pada ampas kopi pertumbuhan ditunjukkan melalui rata-rata panjang
diameter miselium yang tumbuh setelah 14 hari sebesar 2,51 cm, sedangkan pada
jerami sebesar 7,62 cm. Berdasarkan hasil tersebut, optimasi suplementasi
dilakukan menggunakan substrat utama berupa jerami. Suplementasi yang
digunakan adalah terigu dengan kadar 0,5%, 1%, dan 1,5% atau dedak dengan kadar
1%, 2%, dan 3%. Optimasi suplementasi dilakukan dengan melihat pengaruhnya
terhadap pertumbuhan panjang radial miselium dan produktivitas tubuh buah.
Seluruh hasil uji dianalisis menggunakan one-way ANOVA dan dilanjutkan dengan
uji Fisher LSD. Hasil menunjukkan bahwa terigu dengan kadar 0,5% cenderung
memberikan pertumbuhan panjang radial miselium terbaik sebesar 2,075 ± 0,083
cm. Dedak dengan kadar 3% memberikan pertumbuhan panjang radial miselium
terbaik sebesar 1,644 ± 0,394 cm. Namun, tidak ada perbedaan signifikan dengan
variasi kadar lainnya. Analisis hasil perolehan biomassa tubuh buah dilakukan
dalam skala cawan petri dan baglog dengan mengukur biomassa segar dan kering
tubuh buah serta biological efficiency. Skala cawan petri, menunjukkan hasil
terbaik pada variasi terigu 1,5% dan dedak 2%. Sedangkan, pada skala baglog,
hasil tertinggi cenderung ditunjukkan variasi 0,5% terigu dan 3% dedak. Namun,
hasil yang diperoleh tidak berbeda signifikan. Oleh karena itu, diperlukan
pengujian pada rentang kadar yang berbeda untuk menemukan titik optimum.