digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Fernanda Rinia Putri
Terbatas Irwan Sofiyan
» ITB

Pleurotus giganteus dikenal sebagai jamur tiram raksasa. Jamur isolat lokal ini umum ditemukan di sekitar kawasan Gunung Geulis, Kabupaten Sumedang pada saat musim hujan. Jamur ini memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan. Namun, penelitian mengenai teknologi produksi jamur ini belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengembangan teknologi produksi jamur Pleurotus giganteus isolat lokal melalui eksplorasi terhadap komposisi media tumbuh. Eksplorasi dilakukan terhadap substrat utama dan suplementasinya. Eksplorasi substrat utama dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan jamur pada limbah jerami, kulit kopi, ampas kopi, dan kedebong pisang melalui panjang miselium. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya pertumbuhan miselium pada substrat kulit kopi dan kedebong pisang. Namun, pada ampas kopi pertumbuhan ditunjukkan melalui rata-rata panjang diameter miselium yang tumbuh setelah 14 hari sebesar 2,51 cm, sedangkan pada jerami sebesar 7,62 cm. Berdasarkan hasil tersebut, optimasi suplementasi dilakukan menggunakan substrat utama berupa jerami. Suplementasi yang digunakan adalah terigu dengan kadar 0,5%, 1%, dan 1,5% atau dedak dengan kadar 1%, 2%, dan 3%. Optimasi suplementasi dilakukan dengan melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan panjang radial miselium dan produktivitas tubuh buah. Seluruh hasil uji dianalisis menggunakan one-way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Fisher LSD. Hasil menunjukkan bahwa terigu dengan kadar 0,5% cenderung memberikan pertumbuhan panjang radial miselium terbaik sebesar 2,075 ± 0,083 cm. Dedak dengan kadar 3% memberikan pertumbuhan panjang radial miselium terbaik sebesar 1,644 ± 0,394 cm. Namun, tidak ada perbedaan signifikan dengan variasi kadar lainnya. Analisis hasil perolehan biomassa tubuh buah dilakukan dalam skala cawan petri dan baglog dengan mengukur biomassa segar dan kering tubuh buah serta biological efficiency. Skala cawan petri, menunjukkan hasil terbaik pada variasi terigu 1,5% dan dedak 2%. Sedangkan, pada skala baglog, hasil tertinggi cenderung ditunjukkan variasi 0,5% terigu dan 3% dedak. Namun, hasil yang diperoleh tidak berbeda signifikan. Oleh karena itu, diperlukan pengujian pada rentang kadar yang berbeda untuk menemukan titik optimum.