Kualitas daya dan kestabilan tegangan menjadi indicator utama dalam
kepuasan pelanggan industri karena berpengaruh terhadap kegiatan opersional.
Sesuai dengan hasil survey kepuasan pelanggan 2016 oleh Markplus Inc,
beberapa pelanggan industri mengeluh terkait kestabilan tegangan khususnya
tegangan dip. Keluhan ini terkait dampak tegangan dip terhadap kerugian
terhadap proses operasional perusahaan. Tegangan dip menjadi permasalahan
yang harus diselesaikan oleh pelanggan industri dan PLN. Untuk PLN,
tegangan dip sangat berpengaruh terhadap penjualan energy listrik yang tidak
optimal karena tegangan dip menyebabkan kegagalan operasi pada mesinmesin industri. Selain itu, tegangan dip juga merusak citra pelayanan PLN di
sisi pelanggan prioritas. Karena alasan iini, tegangan dip harus ditangani
secara tepat. Sesuai dengan IEEE 1159-1995, tegangan dip 20 kV adalah
penurunan tegangan 2 kV s.d. 18 kV selama 0.01 detik s.d. 60 detik (pada
frekuensi 50 Hz). Tegangan dip ini disebabkan karena pengaruh petir,
gangguan feeder, efek dari kerja switching, operasional motor, dan perubahan
beban secara tiba-tiba. Tegangan dip menyebabkan kerugian yang besar di sisi
finansial terhadap pelanggan industri. Pada tesis ini, studi kasus tegangan dip
pada salah satu perusahaan kimia di Jawa Timur akan dievaluasi. Kerugian
finansialnya mencapai 180 ribu usd atau 2,4 milyar rupiah untuk sekali
2
kejadian tegangan dip. Kerugian finansial ini disebabkan karena konsumen
menderita kegagalan produksi, sehingga proses produksi harus direstart ulang.
Mereka juga membuang bahan baku dalam jumlah yang besar yang
disebebkan karena kegagalan produk hasil produksi selama tegangan dip.
Untuk itu, pemodelan manajemen untuk mengatasi tegangan dip diperlukan.
Tesis ini juga mengusulkan langkah preventif yang bisa diimplementasikan
PLN untuk menekan jumlah tegangan dip. Dengan melakukan kajian sesuai
dengan matrik prioritas dan manajemen risiko, hasil menunjukkan bahwa
dengan model manajemen dan langkah perventif yang tepat, jumlah tegangan
dip bisa dikurangi.