Tujuan utama perusahaan yang bersifat profit oriented dalam menjalankan kegiatan usahanya adalah
untuk memaksimalkan nilai perusahaan atau kekayaan bagi pemilik. Dalam menjalankan kegiatan
usahanya tersebut, perusahaan akan selalu berhadapan dengan berbagai ketidakpastian. Berbagai
ketidakpastian tersebut dapat berupa peluang ataupun risiko. Risiko merupakan suatu hal yang sifatnya
belum terjadi, sehingga apabila perusahaan dapat mengidentifikasi terlebih dahulu dan mengelola
berbagai risiko yang mungkin muncul, risiko-risiko tersebut beserta dampak negatifnya akan dapat
dihindari atau diminimalkan oleh perusahaan. Salah satu perusahaan yang menghadapi tantangan dan
risiko bisnis yang kompleks adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero). Dalam rangka mendukung dan
menjamin pencapaian target angkutan penumpang ditahun 2019, KAI membutuhkan ketersediaan 20
(termasuk 3 unit untuk cadangan) lokomotif yang rencananya akan dipenuhi dari Lokomotif Langsir
Lok CC 201. Sehubungan dengan tujuan tersebut, lokomotif CC 201 yang saat ini digunakan sebagai
dinasan lokomotif langsir di Jawa akan difungsikan kembali untuk menarik kereta penumpang. KAI
memandang perlu dilakukannya pengadaan 20 unit sarana khusus langsir (Rail Road Shunter) sebagai
pengganti dinasan lokomotif yang menggunakan Lokomotif CC 201. Oleh karena itu, analisis risiko
pengadaan 20 unit Railroad Shunter diperlukan dan fokus pada sudut pandang perusahaan apakah
dengan melakukan analisis risiko ini dapat membantu manajemen untuk mengambil keputusan dalam
mengelola berbagai risiko yang mungkin timbul.
Dalam penelitian ini, Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan sebagai alat untuk penilaian risiko
berdasarkan ISO 31000 untuk mengelola pengambilan keputusan yang kompleks. AHP dipilih dengan
harapan untuk membantu pembuat keputusan untuk menetapkan prioritas dan membuat keputusan
terbaik dengan mengurangi keputusan kompleks menjadi serangkaian perbandingan berpasangan dan
kemudian mensintesis hasilnya. Penelitian ini juga bertujuan untuk menginformasikan tingkat risiko
yang diambil Perusahaan dengan mengidentifikasi semua risiko potensial disertai dengan alternatif
untuk mengurangi risiko tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif
melalui studi kasus. Penelitian ini dilakukan dengan melihat dan mengumpulkan pemahaman tentang
bagaimana konsep harus dilakukan dan menganalisis dokumen dan fakta yang ditemukan di lapangan
untuk selanjutnya disusun dalam laporan penelitian. studi kasus dapat dilakukan berdasarkan
wawancara, observasi, dan analisis data yang akan menghasilkan data deskriptif. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan
dan menjelaskan objek yang diteliti, bagaimana kebijakan manajemen risiko yang telah diterapkan oleh
perusahaan dan bagaimana situasi aktual dibandingkan dengan teori yang diperoleh dari studi literatur
sebelumnya dan bagaimana situasi seharusnya bekerja.
Analisis risiko pada penelitian ini terdiri dari menentukan dampak dan kemungkinan risiko yang
diidentifikasi. Ada tujuh kriteria risiko (Pengadaan, Kerjasama, Perencanaan Kapasitas Bisnis, Inovasi
Teknologi, Sumber Daya Manusia/Kepemimpinan, Fraud, dan Regulasi/Hukum/Kebijakan Internal)
dengan total dua puluh lima faktor risiko dalam proses pengadaan 20 unit railroad shunter. Dalam
matriks perbandingan kriteria ini, rasio inkonsistensi adalah 0,07 yang masih dapat diterima. Kriteria
risiko Risiko pengadaan memiliki bobot tertinggi (0,324), diikuti oleh risiko Sumber Daya
Manusia/Kepemimpinan (0,253), risiko Perencanaan Kapasitas Bisnis (0,180), risiko Kerjasama
(0,098), risiko Inovasi Teknologi (0,066), risiko Regulasi/Hukum/Kebijakan Internal (0,047) dan risiko
Fraud (0,033) di urutan terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengadaan 20 unit Railroad
Shunter memiliki tingkat kemungkinan risiko menengah (8.374) dan tingkat dampak risiko tinggi
(10.575). Dari hasil pemetaan risiko, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat dua faktor
risiko yang dikategorikan dalam tingkat risiko ekstrem; ada dua puluh dua faktor risiko yang
dikategorikan dalam tingkat risiko tinggi; ada satu faktor risiko yang dikategorikan dalam tingkat risiko
sedang; dan tidak ada faktor risiko yang dikategorikan dalam tingkat risiko rendah. Faktor risiko yang
diidentifikasi memiliki tingkat ekstrem adalah Keterlambatan Pengiriman (PCR-4) dengan nilai 0,357,
kemungkinan (likely) dan dampak (extensive) serta Kurangnya Kompetensi Sumber Daya Manusia
(HLR-3) dengan nilai 0,688, dengan kemungkinan (likely) dan dampak (extensive). Setelah mitigasi
dilakukan sesuai dengan anjuran, masing-masing risiko yang telah dimitigasi akan diplot ke dalam
matriks risiko residual sehubungan dengan definisi tingkat risiko yang telah ditentukan dan skor yang
melekat pada masing-masing faktor risiko itu sendiri. Dari hasil pemetaan risiko residual, dapat
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak ada faktor risiko yang dikategorikan dalam tingkat risiko
ekstrem; tidak ada faktor risiko yang dikategorikan dalam tingkat risiko tinggi; ada sebelas faktor risiko
yang dikategorikan dalam tingkat risiko sedang; dan ada empat belas faktor risiko yang dikategorikan
dalam tingkat risiko rendah.