digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Tujuan utama perusahaan yang bersifat profit oriented dalam menjalankan kegiatan usahanya adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan atau kekayaan bagi pemilik. Dalam menjalankan kegiatan usahanya tersebut, perusahaan akan selalu berhadapan dengan berbagai ketidakpastian. Berbagai ketidakpastian tersebut dapat berupa peluang ataupun risiko. Risiko merupakan suatu hal yang sifatnya belum terjadi, sehingga apabila perusahaan dapat mengidentifikasi terlebih dahulu dan mengelola berbagai risiko yang mungkin muncul, risiko-risiko tersebut beserta dampak negatifnya akan dapat dihindari atau diminimalkan oleh perusahaan. Salah satu perusahaan yang menghadapi tantangan dan risiko bisnis yang kompleks adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero). Dalam rangka mendukung dan menjamin pencapaian target angkutan penumpang ditahun 2019, KAI membutuhkan ketersediaan 20 (termasuk 3 unit untuk cadangan) lokomotif yang rencananya akan dipenuhi dari Lokomotif Langsir Lok CC 201. Sehubungan dengan tujuan tersebut, lokomotif CC 201 yang saat ini digunakan sebagai dinasan lokomotif langsir di Jawa akan difungsikan kembali untuk menarik kereta penumpang. KAI memandang perlu dilakukannya pengadaan 20 unit sarana khusus langsir (Rail Road Shunter) sebagai pengganti dinasan lokomotif yang menggunakan Lokomotif CC 201. Oleh karena itu, analisis risiko pengadaan 20 unit Railroad Shunter diperlukan dan fokus pada sudut pandang perusahaan apakah dengan melakukan analisis risiko ini dapat membantu manajemen untuk mengambil keputusan dalam mengelola berbagai risiko yang mungkin timbul. Dalam penelitian ini, Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan sebagai alat untuk penilaian risiko berdasarkan ISO 31000 untuk mengelola pengambilan keputusan yang kompleks. AHP dipilih dengan harapan untuk membantu pembuat keputusan untuk menetapkan prioritas dan membuat keputusan terbaik dengan mengurangi keputusan kompleks menjadi serangkaian perbandingan berpasangan dan kemudian mensintesis hasilnya. Penelitian ini juga bertujuan untuk menginformasikan tingkat risiko yang diambil Perusahaan dengan mengidentifikasi semua risiko potensial disertai dengan alternatif untuk mengurangi risiko tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi kasus. Penelitian ini dilakukan dengan melihat dan mengumpulkan pemahaman tentang bagaimana konsep harus dilakukan dan menganalisis dokumen dan fakta yang ditemukan di lapangan untuk selanjutnya disusun dalam laporan penelitian. studi kasus dapat dilakukan berdasarkan wawancara, observasi, dan analisis data yang akan menghasilkan data deskriptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan objek yang diteliti, bagaimana kebijakan manajemen risiko yang telah diterapkan oleh perusahaan dan bagaimana situasi aktual dibandingkan dengan teori yang diperoleh dari studi literatur sebelumnya dan bagaimana situasi seharusnya bekerja. Analisis risiko pada penelitian ini terdiri dari menentukan dampak dan kemungkinan risiko yang diidentifikasi. Ada tujuh kriteria risiko (Pengadaan, Kerjasama, Perencanaan Kapasitas Bisnis, Inovasi Teknologi, Sumber Daya Manusia/Kepemimpinan, Fraud, dan Regulasi/Hukum/Kebijakan Internal) dengan total dua puluh lima faktor risiko dalam proses pengadaan 20 unit railroad shunter. Dalam matriks perbandingan kriteria ini, rasio inkonsistensi adalah 0,07 yang masih dapat diterima. Kriteria risiko Risiko pengadaan memiliki bobot tertinggi (0,324), diikuti oleh risiko Sumber Daya Manusia/Kepemimpinan (0,253), risiko Perencanaan Kapasitas Bisnis (0,180), risiko Kerjasama (0,098), risiko Inovasi Teknologi (0,066), risiko Regulasi/Hukum/Kebijakan Internal (0,047) dan risiko Fraud (0,033) di urutan terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengadaan 20 unit Railroad Shunter memiliki tingkat kemungkinan risiko menengah (8.374) dan tingkat dampak risiko tinggi (10.575). Dari hasil pemetaan risiko, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat dua faktor risiko yang dikategorikan dalam tingkat risiko ekstrem; ada dua puluh dua faktor risiko yang dikategorikan dalam tingkat risiko tinggi; ada satu faktor risiko yang dikategorikan dalam tingkat risiko sedang; dan tidak ada faktor risiko yang dikategorikan dalam tingkat risiko rendah. Faktor risiko yang diidentifikasi memiliki tingkat ekstrem adalah Keterlambatan Pengiriman (PCR-4) dengan nilai 0,357, kemungkinan (likely) dan dampak (extensive) serta Kurangnya Kompetensi Sumber Daya Manusia (HLR-3) dengan nilai 0,688, dengan kemungkinan (likely) dan dampak (extensive). Setelah mitigasi dilakukan sesuai dengan anjuran, masing-masing risiko yang telah dimitigasi akan diplot ke dalam matriks risiko residual sehubungan dengan definisi tingkat risiko yang telah ditentukan dan skor yang melekat pada masing-masing faktor risiko itu sendiri. Dari hasil pemetaan risiko residual, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak ada faktor risiko yang dikategorikan dalam tingkat risiko ekstrem; tidak ada faktor risiko yang dikategorikan dalam tingkat risiko tinggi; ada sebelas faktor risiko yang dikategorikan dalam tingkat risiko sedang; dan ada empat belas faktor risiko yang dikategorikan dalam tingkat risiko rendah.