Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara dengan prevalensi dan insidensi tuberkulosis (TB)
terbanyak secara global. Berdasarkan studi sebelumnya, pengobatan lini pertama obat
antituberkulosis (OAT) berkaitan dengan reaksi obat merugikan (ROM) yang dapat mempengaruhi
pengobatan TB serta keberhasilannya, sehingga penanganan ROM yang tepat menjadi penting
dalam menunjang pengobatan TB. Studi sebelumnya juga menyatakan bahwa terdapat faktorfaktor yang secara signifikan mempengaruhi kecenderungan ROM. Penelitian ini merupakan studi
observasional-retrospektif pada pasien TB paru dan TB paru dengan komorbid diabetes mellitus
(DM) yang mulai menjalani pengobatan OAT lini pertama sejak Januari 2015 hingga Agustus 2016
di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
kejadian ROM, penanganan dan keberhasilannya, serta faktor-faktor demografi atau patologi yang
mempengaruhi kecenderungan ROM. Berdasarkan analisis algoritma Naranjo, didapatkan 183
gejala yang cukup mungkin, mungkin, atau sangat mungkin merupakan ROM, diantaranya 67
(36,61%) gejala gatal, 44 (24,04%) mual muntah, 2 (1,09%) nyeri lambung, 4 (2,19%) nafsu makan
menurun, 4 (2,19%) gangguan keseimbangan, 3 (1,64%) kesemutan, 2 (1,09%) flu-like syndrome, 2
(1,09%) gangguan pendengaran, 51 (27,87%) pegal atau nyeri sendi, serta 4 (2,19%) Drug Induced
Hepatitis (DIH). Penanganan gatal, pegal atau nyeri sendi, beberapa kasus gangguan pencernaan,
serta DIH sudah sesuai dengan pedoman, dengan persentase keberhasilan penanganannya
berturut-turut adalah 83%, 60%, 89%, dan 100%. Penanganan kesemutan juga sudah sesuai
pedoman, tetapi keberhasilan penanganannya belum dapat teridentifikasi. Berdasarkan analisis
statistik bivariat khi-kuadrat (CI 95%), kecenderungan terjadinya pegal atau nyeri sendi yang
berkaitan dengan hiperurisemia secara signifikan dipengaruhi oleh peningkatan usia, jenis kelamin
wanita, dan komorbid DM (P=0,045, P=0,005, P=0,003).