Preeklamsia merupakan satu dari tiga penyebab utama kematian ibu hamil di
Indonesia. Selain menyebabkan mortalitas dan morbiditas maternal, bayi yang
dilahirkan dari pasien preeklampsia berisiko lahir dengan berat badan lahir rendah
/BBLR (<2500 g) dan asfiksia. Di Indonesia, data mengenai penggunaan
antihipertensi tertentu sebagai lini utama pada terapi hipertensi dalam kehamilan
serta dampaknya terhadap perinatal belum cukup memadai. Penelitian ini
bertujuan untuk menggali hubungan dan pengaruh pemberian antihipertensi pada
pasien preeklamsia terhadap outcome bayi (BBLR & asfiksia). Penelitian
dilakukan terhadap 182 pasien preeklamsia yang dirawat di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung selama tahun 2018. Dilakukan analisis komparatif antar
kelompok antihipertensi dengan uji One-way ANOVA dan Kruskal-Wallis. Hasil
analisis menunjukkan terdapat perbedaan rerata berat badan bayi yang bermakna
secara statistik (p<0,05; IK95%) antara pasien preeklamsia yang mendapat terapi
atihipertensi (2227 g ± 779,8) dengan pasien yang tidak mendapat terapi
antihipertensi (2696 g ± 667,2). Tidak terdapat perbedaan skor APGAR yang
bermakna antara kelompok yang diberi terapi dengan tanpa terapi antihipertensi
(p>0,05; IK95%). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik
(p>0,05; IK95%) antara beberapa kelompok terapi antihipertensi dalam
memberikan kecenderungan terhadap kedua insidensi. Kelompok terapi
kombinasi metildopa dengan antihipertensi lain (amlodipin, nikardipin, furosemid,
dan spironolakton) memiliki proporsi tertinggi dalam memberikan kecenderungan
terhadap insidensi BBLR (75,0%) dan asfiksia (17,9%).