2019 TA PP ABDULLAH SHOLAHUDDIN Al AYYUBI 1.pdf
]
Terbatas Open In Flip Book Noor Pujiati.,S.Sos
» ITB
Terbatas Open In Flip Book Noor Pujiati.,S.Sos
» ITB
Setelah Festival Istiqlal tahun 1995, sangat sedikit penyelenggaraan pameran seni
rupa Islam di Indonesia. Salah satu pameran yang pernah diselenggarakan adalah
pameran seni rupa kontemporer Islam Indonesia: Islam and Identity 14 tahun
kemudian, yakni pada tahun 2009. Wacana seni Islam dalam pameran tersebut
menjadi menarik untuk ditelaah karena diselenggarakan di Bazaar Art Jakarta
pertama yang mempunyai fokus jual beli karya seni. Menimbang kondisi yang
melingkupinya, bagaimana relasi wacana pameran Islam and Identity dalam teks
kuratorial dengan praktik wacana dan kondisi sosial saat teks diproduksi?
Penelitian ini menelaah wacana melalui teks kuratorial pameran tersebut
menggunakan analisis wacana kritis (AWK) model Norman Fairclough. Dalam
model analisis tersebut, teks dipandang sebagai praktik sosial yang tak lepas dari
praktik wacana dan kondisi sosial yang melingkupi saat teks diproduksi. Praktik
wacana mencakup individu penulis, proses produksi dan konsumsi teks. Kondisi
sosial mencakup situasi, insititusi, dan kondisi masyarakat yang mempengaruhi
produksi teks.
Dalam tulisan kuratorial pameran Islam and Identity, kurator menekankan pada
perkembangan seni rupa Islam di Indonesia, dengan melepaskan batasan-batasan
seni Islam yang terpaku pada karya seni Islam klasik seperti : kaligrafi, arabesque,
ornamen, dan lainnya, serta seni Islam yang terpaku pada spritualitas dan
religiusitas. Konsep pameran berawal dari arahan pihak penyelenggara terhadap
kurator yang melihat ada potensi seni rupa kontemporer Islam Indonesia di kancah
dunia. Kurator memilih karya berdasarkan keberadaan tanda-tanda yang sekiranya
merepresentasikan nilai Islam, tanpa melihat gagasan karya dari seniman yang
sesungguhnya. Tema yang diangkat dalam pameran ini adalah identitas Islam yang
hidup dalam budaya Indoneia.
Dalam penelitian ini ditemukan beberapa hal. Melalui teks, kurator mencoba
membangun wacana seni Islam yang dapat merangkul lebih banyak jenis karya
dengan menyingkirkan wacana seni Islam lain yang mengekang. Dalam praktik
wacana, kurator melaksanakan permintaan penyelenggara dengan memastikan
tidak ada yang bertentangan dengan nilai Islam sebagai idealismenya. Dalam
praktik sosiokultural, pameran ini mengikuti ketertarikan pasar seni rupa luar negeri
yang saat itu tertarik dengan isu yang datang dari dunia Islam, bukan nilai Islam
sebagai agama. Wacana dalam tulisan ini tidak membawa kandungan nilai Islam
secara fundamental, melainkan sebatas pengantar untuk menampilkan karya-karya
seni rupa kontemporer, dari yang bertemakan spritual-religius hingga yang tak jauh
berbeda dengan karya seni rupa kontemporer pada umumnya.