digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Christio Revano Mege
PUBLIC Rina Kania

BAB 1 Christio Revano Mege
PUBLIC Rina Kania

BAB 2 Christio Revano Mege
PUBLIC Rina Kania

BAB 3 Christio Revano Mege
PUBLIC Rina Kania

BAB 4 Christio Revano Mege
PUBLIC Rina Kania

BAB 5 Christio Revano Mege
PUBLIC Rina Kania

DAFTAR Christio Revano Mege
PUBLIC Rina Kania

Energi alternatif menjadi solusi di tengah perubahan iklim global akibat emisi gas CO2. Namun energi alternatif seperti angin dan tenaga surya tidak selalu tersedia sehingga diperlukan penyimpanan energi seperti baterai. Baterai litium-ion merupakan kandidat terdepan dalam penggunaannya sebagai penyimpan energi untuk listrik yang dihasilkan energi alternatif. Salah satu keuntungan dari tipe penyimpanan energi ini adalah kerapatan energi yang tinggi. Namun kinerja setiap sel lithium ion dalam modul sangat bergantung pada temperatur operasi yaitu antara 00C – 400C. Kenaikan temperatur baterai melebihi batas tersebut dapat secara signifikan mengurangi kinerja baterai. Oleh sebab itu diperlukan prediksi temperatur untuk mengetahui kapan temperatur baterai bisa naik melewati batas 400C. Dalam penelitian ini dilakukan analisis mengenai pengaruh kenaikan temperatur terhadap kinerja baterai yaitu kedalaman pengosongan dan efisiensi penghasilan energi listrik. Setelah itu data temperatur yang diperoleh dari tahap pengambilan data digunakan sebagai data latih dan data uji untuk prediksi temperatur dengan metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) dan Double Exponential Smoothing Holt (DES Holt). Model kemudian dievaluasi dengan Root Mean Square Error (RMSE) dan Mean Absolute Deviation (MAD). Model dikatakan bisa memprediksi dengan baik jika nilai RMSE dan MAD lebih kecil dari setengah standar deviasi data pengukuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada laju pengosongan 0,7C, temperatur sel dalam modul mencapai 35,40C dengan kenaikan sebesar 4,90C. Kenaikan tersebut lebih besar daripada sel tunggal yang naik 30C ke 29,70C. Selanjutnya pada laju pengosongan 1,4C, temperatur modul mencapai 38,60C dengan kenaikan sebesar 8,30C. Temperatur sel tunggal pada 1,4C mencapai 35,70C dengan kenaikan 9,40C. Pada laju pengosongan 2,1C, sel tunggal mencapai temperatur 45,10C dengan kenaikan temperatur sebesar 18,50C. Modul pada 2,1C temperaturnya mencapai 480C dengan peningkatan sebesar 190C. Sel tunggal pada laju pengosongan 0,7C efisiensi mencapai 92,58%. Efisiensi pada laju pengosongan 1,4C menurun menjadi 84,48%. Selanjutnya pada laju pengosongan 2,1C, sel tunggal hanya mampu mencapai efisiensi 76,82%. Modul pada laju pengosongan 0,7C memiliki efisiensi penghasilan listrik 91,58%. Pada laju 1,4C efisiensi menurun ke 83,38%. Pada laju pengosongan 2,1C efisiensinya semakin kecil yaitu 72,9%. Prediksi yang dilakukan menunjukkan bahwa metode ARIMA dan DES Holt dapat memprediksi dengan baik kenaikan temperatur pada sel tunggal. Pada modul hanya digunakan data dari satu sel saja untuk memprediksi temperatur delapan sel dalam modul. Pada laju pengosongan 0,7C kedua metode mampu memprediksi enam dari delapan sel dengan baik. Lima dari delapan sel juga bisa diprediksi dengan baik oleh model ARIMA dan DES Holt pada laju pengosongan 1,4C. Pada laju pengosongan 2,1C, hanya empat sel saja yang bisa diprediksi dengan baik. Akurasi prediksi ARIMA dan DES Holt menurun ketika distribusi temperatur sel dalam modul semakin tidak merata ketika laju pengosongan semakin tinggi.