Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi suksesnya kegiatan mendongeng.
Salah satunya adalah ruang yang memfasilitasi kegiatan mendongeng tersebut.
Sudah cukup banyak pembahasan baik secara akademis maupun non-akademis
mengenai cerita, teknik, alat bantu, serta kegiatan mendongeng itu sendiri. Namun
tidak banyak yang membahas mengenai ruang mendongeng secara akademis
maupun non-akademis, sehingga kurang adanya pengembangan desain ruang
mendongeng.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kriteria desain ruang
mendongeng dengan mengidentifikasi kebutuhan untuk kegiatan mendongeng dan
mengidentifikasi elemen arsitektur yang berperan dalam kegiatan mendongeng.
Penelitian ini juga menghasilkan konsep desain ruang mendongeng portabel
sesuai dengan kebutuhan dan elemen arsitektur tersebut. Metode untuk
mengidentifikasi kebutuhan dan elemen arsitektur pada kegiatan mendongeng
adalah dengan wawancara pendongeng, observasi acara atau kegiatan
mendongeng, serta studi literatur. Sedangkan untuk menghasilkan konsep desain
ruang mendongeng, dilakukan pendekatan analogi dengan sesuatu yang memiliki
kemiripan sifat dengan ruang mendongeng sebagai medium dalam menyampaikan
informasi, yaitu buku cerita anak bergambar.
Setidaknya ada tiga kriteria desain ruang mendongeng berdasarkan kebutuhan
pemangku kepentingan. Pertama, dibutuhkan desain ruang yang dapat
mengakomodasi berbagai teknik mendongeng. Kedua, dibutuhkan ruang
mendongang yang mendukung adanya interaksi atau kontak antara pendongeng
dan audiens. Kriteria ketiga, dibutuhkan desain ruang mendongeng yang dapat
diaplikasikan di berbagai kondisi ruangan yang disediakan penyelenggara acara.
Sedangkan berdasarkan observasi ruang mendongeng, terdapat tiga elemen
arsitektur yang cenderung digunakan untuk kegiatan mendongeng, yaitu elemen
defined area of the ground and threshold, elemen wall, dan elemen platform.
Ketiganya berperan dalam mengarahkan fokus audiens terhadap kegiatan
mendongeng.
Kemudian peneliti melakukan studi analogi ruang mendongeng berdasarkan buku
cerita anak bergambar. Didapatkan bahwa persamaan antara keduanya adalah dari
segi tujuan dan manfaat, serta kesamaan dalam hal keduanya sebagai sebuah
medium dalam menyampaikan informasi. Sedangkan perbedaan keduanya adalah
dari segi jumlah tema cerita dalam satu medium dalam menyampaikan informasi
serta dari segi ukuran kedua medium tersebut.
Konsep desain berdasarkan studi analogi adalah merancang ruang mendongeng
sebagai medium yang dapat mengemas dan memfasilitasi kegiatan mendongeng
berdasarkan analogi buku cerita anak bergambar secara desain yang menarik,
mudah dibawa, dan mudah dioperasikan, dengan tetap mencapai tujuan dan
manfaat kegiatan mendongeng itu sendiri. Konsep tersebut diimplementasikan
sebagai ruang mendongeng portabel dengan sistem modular yang dapat dibentuk
sesuai dengan kebutuhan ruang untuk kegiatan mendongeng.
Hasil desain kemudian dievaluasi dengan mengacu pada empat aspek penilaian,
yaitu aspek daya tarik desain, aspek kemudahan dalam mengemas dan membawa,
aspek kemudahan operasional atau penggunaan, dan aspek kesesuaian sistem
modular yang digunakan. Dari penilaian evaluator, desain ruang mendongeng
sudah cukup menjawab keempat aspek penilaian sesuai dengan kebutuhan
kegiatan mendongeng. Yang perlu diperhatikan lagi adalah masalah teknis
konstruksi dan pemilihan material yang ramah anak.