digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi suksesnya kegiatan mendongeng. Salah satunya adalah ruang yang memfasilitasi kegiatan mendongeng tersebut. Sudah cukup banyak pembahasan baik secara akademis maupun non-akademis mengenai cerita, teknik, alat bantu, serta kegiatan mendongeng itu sendiri. Namun tidak banyak yang membahas mengenai ruang mendongeng secara akademis maupun non-akademis, sehingga kurang adanya pengembangan desain ruang mendongeng. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kriteria desain ruang mendongeng dengan mengidentifikasi kebutuhan untuk kegiatan mendongeng dan mengidentifikasi elemen arsitektur yang berperan dalam kegiatan mendongeng. Penelitian ini juga menghasilkan konsep desain ruang mendongeng portabel sesuai dengan kebutuhan dan elemen arsitektur tersebut. Metode untuk mengidentifikasi kebutuhan dan elemen arsitektur pada kegiatan mendongeng adalah dengan wawancara pendongeng, observasi acara atau kegiatan mendongeng, serta studi literatur. Sedangkan untuk menghasilkan konsep desain ruang mendongeng, dilakukan pendekatan analogi dengan sesuatu yang memiliki kemiripan sifat dengan ruang mendongeng sebagai medium dalam menyampaikan informasi, yaitu buku cerita anak bergambar. Setidaknya ada tiga kriteria desain ruang mendongeng berdasarkan kebutuhan pemangku kepentingan. Pertama, dibutuhkan desain ruang yang dapat mengakomodasi berbagai teknik mendongeng. Kedua, dibutuhkan ruang mendongang yang mendukung adanya interaksi atau kontak antara pendongeng dan audiens. Kriteria ketiga, dibutuhkan desain ruang mendongeng yang dapat diaplikasikan di berbagai kondisi ruangan yang disediakan penyelenggara acara. Sedangkan berdasarkan observasi ruang mendongeng, terdapat tiga elemen arsitektur yang cenderung digunakan untuk kegiatan mendongeng, yaitu elemen defined area of the ground and threshold, elemen wall, dan elemen platform. Ketiganya berperan dalam mengarahkan fokus audiens terhadap kegiatan mendongeng. Kemudian peneliti melakukan studi analogi ruang mendongeng berdasarkan buku cerita anak bergambar. Didapatkan bahwa persamaan antara keduanya adalah dari segi tujuan dan manfaat, serta kesamaan dalam hal keduanya sebagai sebuah medium dalam menyampaikan informasi. Sedangkan perbedaan keduanya adalah dari segi jumlah tema cerita dalam satu medium dalam menyampaikan informasi serta dari segi ukuran kedua medium tersebut. Konsep desain berdasarkan studi analogi adalah merancang ruang mendongeng sebagai medium yang dapat mengemas dan memfasilitasi kegiatan mendongeng berdasarkan analogi buku cerita anak bergambar secara desain yang menarik, mudah dibawa, dan mudah dioperasikan, dengan tetap mencapai tujuan dan manfaat kegiatan mendongeng itu sendiri. Konsep tersebut diimplementasikan sebagai ruang mendongeng portabel dengan sistem modular yang dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan ruang untuk kegiatan mendongeng. Hasil desain kemudian dievaluasi dengan mengacu pada empat aspek penilaian, yaitu aspek daya tarik desain, aspek kemudahan dalam mengemas dan membawa, aspek kemudahan operasional atau penggunaan, dan aspek kesesuaian sistem modular yang digunakan. Dari penilaian evaluator, desain ruang mendongeng sudah cukup menjawab keempat aspek penilaian sesuai dengan kebutuhan kegiatan mendongeng. Yang perlu diperhatikan lagi adalah masalah teknis konstruksi dan pemilihan material yang ramah anak.