Indonesia memiliki beragam ketidakpastian baik secara teknis maupun non teknis.
Ketersediaan air di beberapa wilayah perkotaan semakin sedikit seiring
meningkatnya kebutuhan masyarakat, namun di wilayah yang lain bisa terjadi
kekeringan sumber daya air. Selain itu kompleksnya tata kelola air bersih membuat
pengelolaan air bersih yang ada tidak optimal yang sering kali disebabkan oleh
kurangnya kemampuan tata kelola pemangku kepentingan, banyaknya hirarki
pemangku kepentingan yang perlu bekerjasama, dan/atau terdapat tumpang tindih
urusan pengelolaan air bersih. Pemerintah daerah sebagai pihak yang bertanggung
jawab menyediakan infrastruktur air bersih terkadang masih belum mampu
mengelola khususnya pemerintah desa. Untuk menghadapi tantangan
ketidakpastian tersebut muncullah pendekatan tata kelola air bersih adaptif. Pada
penelitian ini akan difokuskan untuk menelaah tata kelola air bersih adaptif dari sisi
ketidakpastian non teknis dengan menilai kemampuan tata kelola air bersih adaptif
pemerintah desa di Kecamatan Parongpong. Penilaian akan dilakukan dengan
metode skoring dari tujuh kategori yang terdiri dari dari (1) manajamen
pemerintahan, (2) pengembangan kebijakan, (3) kerjasama wilayah, (4) manajemen
informasi, (5) pendidikan dan kesadaran, (6) teknis, dan (7) pembiayaan dan secara
keseluruhan terdapat 14 kriteria dan indikator yang terdiri dari manajemen
pemerintahan yang bottom-up, rencana jangka panjang, implementasi kebijakan,
kerjasama antar sektor, kerjasama antar tingkat administrasi, kerjasama lintas batas
administrasi, informasi ketidakpastian, pertukaran informasi/data dengan
pemerintah lain, transfer knowledge kepada pengelola air, pendidikan air di
sekolah, kesadaran masyarakat, keragaman infrastruktur skala komunitas, sumber
pembiayaan, dan fleksibilitas dukungan dana untuk perubahan kebijakan.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan menyesuaikan tata kelola air
bersih eksisting terhadap kriteria tata kelola air bersih adaptif, dari tujuh desa di
Kecamatan Parongpong tidak ada satupun desa yang sudah memenuhi kriteria tata
kelola air bersih adaptif, walau beberapa sudah menuju upaya pendekatan tata
kelola air bersih yang adaptif. Selanjutnya akan dihubungkan dengan nilai capaian
pelayanan air bersih menggunakan analisis korelasi Spearman’s Rho dan didapat
hasil koefisien sebesar 0,252 yang berarti hubungan antara kemampuan tata kelola
air bersih adaptif dengan ketercapaian penyediaan air bersih bersifat lemah menuju
rendah. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
kemampuan tata kelola air bersih adaptif terhadap ketercapaian penyediaan
infrastruktur air bersih di Kecamatan Parongpong. Saat disandingkan antara tingkat
kemampuan tata kelola air bersih adaptif dengan tingkat ketercapaian penyediaan
infrastruktur air bersih, terdapat desa yang kemampuan tata kelola air bersihnya
tinggi tapi penyediaan infrastruktur air bersih di wilayahnya justru masih minim.
Sedangkan desa dengan penyediaan infrastrukturnya sudah hampir mencakup
seluruh target pelayanan ternyata memiliki kemampuan tata kelola air bersih yang
rendah. Korelasi yang tidak berhubungan tersebut dibuktikan dengan hasil
koefisien korelasi yang memang kekuatannya lemah menuju rendah. Pendekatan
tata kelola air bersih adaptif sendiri memang muncul di negara-negara dengan
penyediaan infrastruktur yang sudah mumpuni, namun untuk kasus Indonesia
peningkatan kemampuan tata kelola menuju tata kelola air bersih adaptif dapat
dilakukan apabila infrastrukturnya sudah ada dan capaian pelayanannya sudah baik.