digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Indonesia memiliki beragam ketidakpastian baik secara teknis maupun non teknis. Ketersediaan air di beberapa wilayah perkotaan semakin sedikit seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat, namun di wilayah yang lain bisa terjadi kekeringan sumber daya air. Selain itu kompleksnya tata kelola air bersih membuat pengelolaan air bersih yang ada tidak optimal yang sering kali disebabkan oleh kurangnya kemampuan tata kelola pemangku kepentingan, banyaknya hirarki pemangku kepentingan yang perlu bekerjasama, dan/atau terdapat tumpang tindih urusan pengelolaan air bersih. Pemerintah daerah sebagai pihak yang bertanggung jawab menyediakan infrastruktur air bersih terkadang masih belum mampu mengelola khususnya pemerintah desa. Untuk menghadapi tantangan ketidakpastian tersebut muncullah pendekatan tata kelola air bersih adaptif. Pada penelitian ini akan difokuskan untuk menelaah tata kelola air bersih adaptif dari sisi ketidakpastian non teknis dengan menilai kemampuan tata kelola air bersih adaptif pemerintah desa di Kecamatan Parongpong. Penilaian akan dilakukan dengan metode skoring dari tujuh kategori yang terdiri dari dari (1) manajamen pemerintahan, (2) pengembangan kebijakan, (3) kerjasama wilayah, (4) manajemen informasi, (5) pendidikan dan kesadaran, (6) teknis, dan (7) pembiayaan dan secara keseluruhan terdapat 14 kriteria dan indikator yang terdiri dari manajemen pemerintahan yang bottom-up, rencana jangka panjang, implementasi kebijakan, kerjasama antar sektor, kerjasama antar tingkat administrasi, kerjasama lintas batas administrasi, informasi ketidakpastian, pertukaran informasi/data dengan pemerintah lain, transfer knowledge kepada pengelola air, pendidikan air di sekolah, kesadaran masyarakat, keragaman infrastruktur skala komunitas, sumber pembiayaan, dan fleksibilitas dukungan dana untuk perubahan kebijakan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan menyesuaikan tata kelola air bersih eksisting terhadap kriteria tata kelola air bersih adaptif, dari tujuh desa di Kecamatan Parongpong tidak ada satupun desa yang sudah memenuhi kriteria tata kelola air bersih adaptif, walau beberapa sudah menuju upaya pendekatan tata kelola air bersih yang adaptif. Selanjutnya akan dihubungkan dengan nilai capaian pelayanan air bersih menggunakan analisis korelasi Spearman’s Rho dan didapat hasil koefisien sebesar 0,252 yang berarti hubungan antara kemampuan tata kelola air bersih adaptif dengan ketercapaian penyediaan air bersih bersifat lemah menuju rendah. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan kemampuan tata kelola air bersih adaptif terhadap ketercapaian penyediaan infrastruktur air bersih di Kecamatan Parongpong. Saat disandingkan antara tingkat kemampuan tata kelola air bersih adaptif dengan tingkat ketercapaian penyediaan infrastruktur air bersih, terdapat desa yang kemampuan tata kelola air bersihnya tinggi tapi penyediaan infrastruktur air bersih di wilayahnya justru masih minim. Sedangkan desa dengan penyediaan infrastrukturnya sudah hampir mencakup seluruh target pelayanan ternyata memiliki kemampuan tata kelola air bersih yang rendah. Korelasi yang tidak berhubungan tersebut dibuktikan dengan hasil koefisien korelasi yang memang kekuatannya lemah menuju rendah. Pendekatan tata kelola air bersih adaptif sendiri memang muncul di negara-negara dengan penyediaan infrastruktur yang sudah mumpuni, namun untuk kasus Indonesia peningkatan kemampuan tata kelola menuju tata kelola air bersih adaptif dapat dilakukan apabila infrastrukturnya sudah ada dan capaian pelayanannya sudah baik.