digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kota Bandung berada di atas permukaan cekungan (basin) yang terisi oleh sedimen tebal yang tersusun dari batuan vulkanik dan pengendapan sisa danau purba. Kepadatan populasi yang tinggi dan infrastruktur yang lengkap serta dikelilingi beberapa sumber potensi gempa membuat Bandung rentan terhadap dampak gempabumi. Struktur geologi dipermukaan dangkal merupakan salahsatu faktor pengaruh kerusakan infrastruktur akibat goncangan gempa selain besarnya magnitudo dan jarak ke pusat gempa. Untuk menentukan karakteristik seismik dan struktur geologi Cekungan Bandung, sebuah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode dengan memanfaatkan data ambient seismic noise. Metode pertama adalah Horizontal-to-Vertical Spectrum Ratio (HVSR) untuk mendapatkan frekuensi dominan (????0), amplifikasi ????/???? (????) dan indeks kerentanan seismik (????????). Metode kedua adalah ambient seismic noise tomography (ANT) untuk menggambarkan struktur shear-velocity (Vs) di bawah Cekungan Bandung. Metode HVSR menggunakan data malam hari pada hari kedua setelah pemasangan seismograf di 58 titik pengukuran dari jaringan Eksperimen Bandung yang dijalankan dari Maret hingga Oktober 2014 di kota Bandung dan sekitarnya. Hasil analisis HVSR menunjukkan rentang nilai ????0 di wilayah studi: 0,195-7,016 Hz, rentang nilai ????: 1,6-11,3 dan rentang nilai ????????: 0,6-245,6. Distribusi spasial nilai ???????? dari hasil yang didapat, menjelaskan kerentanan seismik tertinggi tersebar di bagian timur Cekungan Bandung termasuk Bojongsoang, Rancaekek, Ciparay, Rancasari, dan Majalaya. ANT juga menggunakan semua data yang direkam oleh jaringan Eksperimen Bandung. Dalam penelitian ini, korelasi silang sinyal noise seismik dilakukan untuk mendapatkan fungsi Green. Kami menggunakan multiple filter technique (MFT) pada paket gelombang dispersif dalam sinyal fungsi Green untuk mendapatkan kecepatan grup dari gelombang Rayleigh. Kemudian inversi waktu tempuh dilakukan untuk membuat tomogram dari ekstraksi kecepatan grup untuk periode yang berbeda. Selanjutnya, inversi kedalaman dilakukan menggunakan Algoritma Neighborhood yang diterapkan pada kurva kecepatan grup 1 hingga 10 detik untuk 270 titik grid dengan jarak 2,75 km untuk mendapatkan model Vs. Dari proses ini, kami memperoleh struktur Vs pada rentang kedalaman 1 km - 10 km. Berdasarkan peta tomografi Vs, kami mengamati anomali kecepatan rendah yang berkorelasi dengan endapan sedimen di bawah bagian tengah Cekungan Bandung dan di sebelah barat Tangkuban Parahu. Di sisi lain, anomali kecepatan tinggi diidentifikasi berkorelasi dengan distribusi Formasi Beser dan daerah di sepanjang pegunungan utara, timur dan selatan yang mengelilingi Cekungan Bandung.