Metode transesterifikasi selama ini banyak digunakan dalam proses pembuatan biodiesel. Dalam proses transesterifikasi masalah yang sering timbul adalah waktu reaksi yang lama dan juga pemisahan katalis yang sulit karena penggunaan katalis homogen. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dikembangkan teknik baru produksi biodiesel dengan penambahan co-solvent aseton dan pemakaian katalis heterogen barium gliseroksida. Bahan baku biodiesel yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah minyak biji kapok (Ceiba pentandra). Namun biodiesel yang berasal dari biji kapok ternyata masih mengandung gugus siklopropenoid. Gugus siklopropenoid bersifat reaktif sehingga membuat biodiesel menjadi kental (viscous) dan menimbulkan deposit yang menyebabkan penyumbatan pada nozzle mesin/motor diesel.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik dan keefektifan katalis pada teknik baru proses transesterifikasi dan juga menentukan kondisi proses hidrogenasi yang cocok untuk mengkonversi gugus siklopropenoid dalam minyak biji kapok. Penelitian yang dilakukan menggunakan variasi jumlah katalis 1% dan 2% dari minyak pada proses transesterifikasi, serta waktu hidrogenasi 60, 75, dan 90 menit.
Hasil penelitian menunjukkan kondisi terbaik transesterifikasi minyak biji kapok adalah menggunakan katalis heterogen barium gliseroksida 2% dari minyak, dan penambahan co-solvent aseton dengan waktu reaksi 30 menit pada suhu 30oC, dimana didapatkan yield sebesar 96,70%. Namun pada penggunaan kembali katalis barium gliseroksida menunjukkan penurunan aktifitas katalitik yang ditandai dengan penurunan yield menjadi 90,9%. Hasil penelitian juga menunjukkan proses hidrogenasi dapat mengkonversi gugus siklopropenoid yang terkandung dalam minyak kapok dan baik dilakukan pada temperatur 55oC dengan waktu 90 menit.