digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK_HAMZAH
PUBLIC Lili Sawaludin Mulyadi

Biodiesel adalah bahan bakar serbaguna yang dapat menggantikan diesel konvensional tanpa memerlukan modifikasi signifikan pada mesin, menjadikannya pilihan praktis untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Biodiesel dari minyak goreng bekas (UCO) diproduksi melalui transesterifikasi dengan katalis NaOH dan etanol, yang melibatkan tiga reaksi reversibel: trigliserida menjadi digliserida, digliserida menjadi monogliserida, dan monogliserida menjadi gliserol, dengan setiap langkah menghasilkan satu molekul ester. Sampel dari lima restoran di Kota Bandung, yaitu restoran yang menjual daging goreng, Warteg di Dipatiukur, restoran Jepang, restoran Sunda, dan restoran Padang, diuji untuk kualitas biodiesel sesuai dengan standar SNI 7281-2015, dengan menilai FFA, densitas, kadar air, viskositas, dan tingkat asam. Kandungan FFA di bawah 2%, dan densitas berkisar antara 0,85 hingga 0,89 g/ml, keduanya memenuhi standar. Kadar air kurang dari 0,05 g, juga sesuai dengan SNI 7281-2015. Hanya sampel dari Warteg dan restoran masakan Sunda yang memenuhi standar viskositas, sementara semua sampel memenuhi standar tingkat asam. Dalam hal kuantitas, restoran yang menjual daging goreng menghasilkan biodiesel terbanyak dari 200 ml minyak goreng bekas. Mendorong restoran di Bandung, terutama yang menyajikan daging goreng, untuk mengubah minyak goreng bekas menjadi biodiesel dapat secara efektif mengurangi limbah berbahaya. Dari aspek ekonomi, produksi minyak goreng bekas di Kota Bandung diperkirakan mencapai 20.426,36 liter per minggu, yang dapat diubah menjadi sekitar 17.362,406 liter biodiesel dan 6.127,908 liter gliserol. Biodiesel dan gliserol mentah ini kemudian dapat dijual, menghasilkan potensi keuntungan dengan ROI sebesar 10,6% dan memiliki periode pengembalian investasi dalam waktu 18 bulan.