Pada tahun 2014, di Indonesia, kenaikan jumlah kendaraan mengakibatkan konsumsi pelumas meningkat sebesar 5%[4]. Pertumbuhan konsumsi pelumas yang tinggi membuat pasar pelumas Indonesia dilirik oleh banyak produsen pelumas dunia. Indonesia sejatinya dapat memenuhi kebutuhan pelumas dalam negeri. Namun, adanya persaingan dengan pelumas impor dan pelumas murah yang berkualitas buruk membuat pelumas lokal kehilangan pasar.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk produk pelumas. Salah satu hal yang diperlukan dalam pembuatan SNI wajib untuk produk pelumas adalah laboratorium uji unjuk kerja pelumas. Pada uji unjuk kerja pelumas salah satu kondisi operasi yang diatur adalah temperatur pelumas uji. Untuk alat untuk mengatur pelumas uji diperlukan itu agar nilai temperatur sesuai dengan kondisi operasi.
Proses perancangan diawali dengan pembuatan konsep dasar alat serta penentuan metode kontrol yang akan digunakan. Pada konsep tersebut, alat pengatur temperatur pelumas dibagi menjadi dua yaitu alat pengatur temperatur pelumas primer dan sekunder. Konsep dasar alat dan metode kontrol tersebut kemudian dikembangkan menjadi sebuah dokumen diagram instrumen dan perpipaan, rute perpipaan, dan gambar teknik dari alat pengatur temperatur pelumas.
Alat pengatur temperatur pelumas kemudian dibuat berdasarkan dokumen perancangan tersebut. Dari hasil pembuatan, alat pengatur temperatur pelumas sekunder mempunyai dimensi akhir: panjang 1,4 meter, lebar 1,4 meter, dan tinggi 2 meter. Sedangkan alat pengatur temperatur pelumas primer mempunyai dimensi akhir: panjang 0,4 meter, lebar 0,3 meter, dan tinggi 0,4 meter. Kapasitas pelumas uji pada alat tersebut adalah 1,2 liter