Kota Bandung sebagai kawasan perkotaan yang merupakan pusat dari berbagai aktivitas kegiatan menyebabkan bangkitan pergerakan yang tinggi. Hal tersebut ditambah pula dengan angka kendaraan bermotor yang terus meningkat setiap tahunnya. Keadaan tersebut membuat permintaan atas sarana dan prasarana transportasi seperti kebutuhan akan fasilitas parkir semakin tinggi di Kota Bandung. Ketidakseimbangan antara lahan parkir yang tersedia dan jumlah kendaraan yang akan parkir menyebabkan berbagai permasalahan seperti parkir ilegal. Lahan parkir on-street merupakan komoditas yang sifatnya terbatas, dan hal ini menjadi penting untuk dikelola secara efisien dan efektif sebagai sumber daya yang langka dan berharga. Penyediaan fasilitas parkir on-street yang berlebihan akan berdampak pada beberapa hal, diantaranya adalah kemacetan dan peningkatan penggunaan angkutan pribadi. Saat ini parkir on-street di Kota Bandung menimbulkan kapasitas jalan menjadi semakin kecil. Kapasitas jalan yang menurun akibat parkir on-street di Kota Bandung menjadi salah satu penyebab kemacetan di Kota Bandung. Dari berbagai kebijakan parkir, penetapan harga parkir merupakan salah satu alat yang paling efektif dalam mempengaruhi pola perilaku pengendara, sehingga para perencana kota dan pembuat kebijakan dapat menggunakan kebijakan harga ini untuk mengatur permintaan akan perjalanan di pusat kota. Maka dari itu untuk menentukan sebuah kebijakan harga parkir, penting untuk memahami bagaimana pengguna di suatu kota merespon sebuah kebijakan baru dimana dalam studi ini respon pengguna parkir dibutuhkan untuk mengetahui tingkat kemampuan untuk membayar tarif parkir dalam rangka tujuan mendorong perpindahan moda.
Responden penelitian dipilih dengan menggunakan cluster random sampling sejumlah 203 orang, dimana klaster atau kategori disusun berdasarkan aspek 5D (density, diversity, design, destination accessibility, dan distance to transit) dan titik kemacetan yang ada di Kota Bandung sehingga menghasilkan 6 kategori zona parkir. Respon elastisitas dilakukan menggunakan analisis elastisitas tarif, Ability to Pay, dan Willingness to Pay yang bersumber dari kuesioner stated preference yang disebarkan kepada responden.
Berdasarkan hasil pengklasifikasian zona parkir, ternyata respon yang diberikan oleh para pengguna parkir on-street di keenam kategori tersebut memiliki kisaran tarif yang cukup seragam yaitu pada rentang Rp 5.000,- sampai dengan Rp 6.000,- per jamnya yang ternyata dinilai paling efektif dalam mendorong perpindahan moda dengan nilai elastisitas yang beragam, dimana untuk elastisitas pengguna mobil yang tetap memilih untuk parkir di lokasi tersebut berada pada rentang -2.81 sampai dengan -12.84, sedangkan untuk nilai elastisitas peralihan moda ke transportasi publik, dimana pada respon ini disatukan antara respon pemilihan angkot dan bus berada pada rentang 4.25 sampai dengan 11.89. Namun ternyata hasil yang seragam ini mengindikasikan bahwasanya pengklasifikasian zona parkir yang berdasarkan pada kekompakan wilayah dan juga titik kemacetan tidak memberikan perbedaan respon yang signifikan.
Berdasarkan penghitungan nilai ATP dan WTP diketahui bahwa para pengguna parkir on-street sebenarnya memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk membayar tarif parkir yang jauh lebih tinggi daripada tarif parkir pada saat ini. Namun berdasarkan kemauannya, para pengguna parkir on-street masih menginginkan tarif parkir on-street yang murah. Jika dikaitkan antara WTP dengan klasifikasi zona parkir, dapat dilihat perbedaan pola yang terjadi, dimana pada kategori tidak kompak, nilai WTP yang dihasilkan merupakan nilai WTP yang tertinggi daripada kategori lainnya, hal ini diakibatkan oleh kurangnya sarana transportasi umum yang melayani wilayah tersebut, sehingga pengguna tidak memiliki pilihan lain untuk menuju ke lokasi tersebut. Pada kategori cukup kompak, memiliki nilai WTP yang paling rendah daripada kedua kategori lainnya, hal ini disebabkan pada kategori ini tingkat kepadatan wilayahnya paling tinggi dibandingkan kedua kategori lainnya, hal ini mencirikan bahwa pada kategori ini dominan berguna lahan sebegai permukiman, yang juga dapat disebut sebagai asal perjalanan. Terakhir pada kategori kompak memiliki nilai WTP yang berada pada pertengahan kedua kategori lainnya. Tingkat keragaman pada kategori ini merupakan yang tertinggi, hal ini mengindikasikan bahwasanya kategori ini merupakan sebuah tujuan perjalanan dimana pengguna tidak akan bisa untuk mengganti tujuan perjalanan atau bahkan membatalkannya, namun pada kategori ini dikarenakan merupakan area pusat kota dimana layanan transportasi online sangat mudah untuk ditemukan, maka respon pengguna lebih condong kepada penggunaan transportasi online. Karena ketidakpuasan pengguna kendaraan pribadi akan kondisi dari transportasi publik di Kota Bandung, maka peningkatan tarif parkir akan lebih efektif jika disertai dengan peningkatan pelayanan dari transportasi publik.
Perpustakaan Digital ITB