Sebelum adanya KCJB, terdapat beberapa pilihan moda transportasi dari Jakarta
menuju Bandung seperti KA Konvensional dan Shuttle. Kereta Cepat Jakarta
Bandung (KCJB) telah hadir dan diresmikan pada 2 Oktober 2023. Keunggulan dan
kelemahan yang dimiliki setiap moda yaitu KA konvensional, Shuttle dan Kereta
Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dapat menjadi sebuah bahan pertimbangan yang
akan diambil oleh setiap calon pengguna transportasi dalam memilih moda
transportasi yang akan digunakan dari Jakarta - Bandung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang paling
berpengaruh dalam pemilihan moda transportasi umum dari Jakarta ke Bandung,
membangun model pemilihan moda setelah beroperasinya Kereta Cepat Jakarta–
Bandung (KCJB), serta mengevaluasi potensi pergeseran pengguna dari moda
transportasi umum eksisting seperti kereta api konvensional dan shuttle menuju
KCJB, termasuk dampak penghapusan kereta api konvensional terhadap
peningkatan jumlah penumpang KCJB. Pengambilan data menggunakan jenis
kuisioner Revealed Preference yang digunakan untuk merekam perilaku aktual
responden berdasarkan pengalaman nyata mereka dalam melakukan perjalanan
antara Jakarta dan Bandung dan stated preference yang digunakan untuk
mengetahui pilihan deklaratif responden, responden diberikan pertanyaan
mengenai moda mana yang pada akhirnya akan mereka pilih untuk perjalanan
Jakarta–Bandung, serta teknik wawancara. Penelitian ini menggunakan teori
discrete choice model (multinomial logic model). Model utilitas didapatkan dengan
bantuan perangkat lunak berbasis python yaitu biogeme. Penelitian ini hanya
mengkaji dari sisi pengguna yang sudah pernah menggunakan moda transportasi
KA konvensional, Shuttle dan KCJB dari Jakarta menuju Bandung.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa KAP dan Shuttle memiliki nilai konstanta
(ASC) negatif, yaitu –0.406 untuk KAP dan –1.18 untuk Shuttle. Ini menunjukkan
bahwa, secara umum dan dengan asumsi variabel lainnya tetap, preferensi terhadap
KCJB lebih tinggi dibandingkan dua moda lainnya. Koefisien untuk AD dan TC
bernilai negatif pada semua moda, yang berarti bahwa semakin jauh jarak akses
atau semakin tinggi total biaya perjalanan, maka utilitas moda tersebut akan
menurun. koefisien total biaya (–0.0338) lebih besar dibandingkan koefisien access
distance (–0.0152), mengindikasikan bahwa total biaya perjalanan adalah faktor
yang paling berpengaruh dalam keputusan pemilihan moda.
Berdasarkan analisis sensitivitas terhadap perubahan total biaya perjalanan KCJB,
diketahui bahwa peningkatan biaya secara signifikan menurunkan probabilitas
pemilihan KCJB dan meningkatkan preferensi terhadap moda lain seperti KAP,
sehingga faktor total biaya memegang peranan penting dalam menentukan pilihan
moda transportasi Jakarta–Bandung. Di sisi lain, didapatkan bahwa ketika
probabilitas penggunaan KA Konvensional mendekati atau sama dengan nol, terjadi
peningkatan probabilitas perpindahan pengguna ke Kereta Cepat Jakarta-Bandung
(KCJB) yang lebih tinggi dibanding probabilitas perpindahan ke Shuttle.
Analisis elastisitas menunjukkan bahwa probabilitas pemilihan KCJB terhadap
total biaya bersifat inelastik pada biaya minimum, namun semakin sensitif seiring
kenaikan tarif, menandakan biaya mulai memengaruhi keputusan pengguna.
Analisis point cross elasticity mengindikasikan bahwa kenaikan biaya KCJB sedikit
mendorong peralihan ke KA Konvensional dan Shuttle, namun diperkirakan
keunggulan waktu tempuh, kenyamanan, dan kualitas layanan membuat daya tarik
KCJB tetap tinggi, sehingga potensi pergeseran pengguna dari moda eksisting
relatif terbatas. Temuan ini juga menegaskan bahwa penghapusan KA
Konvensional dapat meningkatkan jumlah penumpang KCJB secara signifikan,
mengingat sebagian pengguna akan beralih ke moda tercepat dan paling nyaman.
Perpustakaan Digital ITB