digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sebelum adanya KCJB, terdapat beberapa pilihan moda transportasi dari Jakarta menuju Bandung seperti KA Konvensional dan Shuttle. Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) telah hadir dan diresmikan pada 2 Oktober 2023. Keunggulan dan kelemahan yang dimiliki setiap moda yaitu KA konvensional, Shuttle dan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dapat menjadi sebuah bahan pertimbangan yang akan diambil oleh setiap calon pengguna transportasi dalam memilih moda transportasi yang akan digunakan dari Jakarta - Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam pemilihan moda transportasi umum dari Jakarta ke Bandung, membangun model pemilihan moda setelah beroperasinya Kereta Cepat Jakarta– Bandung (KCJB), serta mengevaluasi potensi pergeseran pengguna dari moda transportasi umum eksisting seperti kereta api konvensional dan shuttle menuju KCJB, termasuk dampak penghapusan kereta api konvensional terhadap peningkatan jumlah penumpang KCJB. Pengambilan data menggunakan jenis kuisioner Revealed Preference yang digunakan untuk merekam perilaku aktual responden berdasarkan pengalaman nyata mereka dalam melakukan perjalanan antara Jakarta dan Bandung dan stated preference yang digunakan untuk mengetahui pilihan deklaratif responden, responden diberikan pertanyaan mengenai moda mana yang pada akhirnya akan mereka pilih untuk perjalanan Jakarta–Bandung, serta teknik wawancara. Penelitian ini menggunakan teori discrete choice model (multinomial logic model). Model utilitas didapatkan dengan bantuan perangkat lunak berbasis python yaitu biogeme. Penelitian ini hanya mengkaji dari sisi pengguna yang sudah pernah menggunakan moda transportasi KA konvensional, Shuttle dan KCJB dari Jakarta menuju Bandung. Hasil penelitian menjelaskan bahwa KAP dan Shuttle memiliki nilai konstanta (ASC) negatif, yaitu –0.406 untuk KAP dan –1.18 untuk Shuttle. Ini menunjukkan bahwa, secara umum dan dengan asumsi variabel lainnya tetap, preferensi terhadap KCJB lebih tinggi dibandingkan dua moda lainnya. Koefisien untuk AD dan TC bernilai negatif pada semua moda, yang berarti bahwa semakin jauh jarak akses atau semakin tinggi total biaya perjalanan, maka utilitas moda tersebut akan menurun. koefisien total biaya (–0.0338) lebih besar dibandingkan koefisien access distance (–0.0152), mengindikasikan bahwa total biaya perjalanan adalah faktor yang paling berpengaruh dalam keputusan pemilihan moda. Berdasarkan analisis sensitivitas terhadap perubahan total biaya perjalanan KCJB, diketahui bahwa peningkatan biaya secara signifikan menurunkan probabilitas pemilihan KCJB dan meningkatkan preferensi terhadap moda lain seperti KAP, sehingga faktor total biaya memegang peranan penting dalam menentukan pilihan moda transportasi Jakarta–Bandung. Di sisi lain, didapatkan bahwa ketika probabilitas penggunaan KA Konvensional mendekati atau sama dengan nol, terjadi peningkatan probabilitas perpindahan pengguna ke Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang lebih tinggi dibanding probabilitas perpindahan ke Shuttle. Analisis elastisitas menunjukkan bahwa probabilitas pemilihan KCJB terhadap total biaya bersifat inelastik pada biaya minimum, namun semakin sensitif seiring kenaikan tarif, menandakan biaya mulai memengaruhi keputusan pengguna. Analisis point cross elasticity mengindikasikan bahwa kenaikan biaya KCJB sedikit mendorong peralihan ke KA Konvensional dan Shuttle, namun diperkirakan keunggulan waktu tempuh, kenyamanan, dan kualitas layanan membuat daya tarik KCJB tetap tinggi, sehingga potensi pergeseran pengguna dari moda eksisting relatif terbatas. Temuan ini juga menegaskan bahwa penghapusan KA Konvensional dapat meningkatkan jumlah penumpang KCJB secara signifikan, mengingat sebagian pengguna akan beralih ke moda tercepat dan paling nyaman.