digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalah salahsatu jamur kayu yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Penggunaan teknologi yang masih sederhana membuat produksi jamur tiram di Indonesia bersifat fluktuatif. Menurut Badan Pusat Statistika, permintaan jamur tiram di Indonesia terus menerus mengalami kenaikan hingga tahun 2017 mencapai angka 0,177 kg/kapita/tahun. Rekayasa proses budidaya jamur sangat diperlukan untuk meningkatkan angka produksi tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan pendekatan aspek kimia melalui penggunaan vitamin dan zat pengatur tumbuh. Rekayasa yang dilakukan pada penelitian ini adalah penambahan vitamin B1 serta hormone auksin dan giberelin pada media tanam. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 8 variasi perlakuan (vit B1-0,3ppm; vit B1-0,6ppm; auksin 20ppm; giberelin 20ppm; kombinasi vit B1-0,3ppm+ auksin 20ppm; vit B1-0,3ppm+giberelin20ppm; vit B1-0,6ppm+auksin 20ppm dan vit B1-0,6ppm+ giberelin 20ppm) dengan masing-masing 6 kali pengulangan. Data dianalisis dengan uji statistika ANOVA dan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian pengamatan selama 2 bulan menunjukan bahwa waktu pembentukan primordia tercepat dan berbeda nyata (4hari) terjadi pada perlakuan H2V0 (giberelin tanpa vitamin). Diameter tudung tertinggi dan berbeda secara nyata dengan perlakuan lain dan control dicapai pada perlakuan H1V0 (auksin tanpa vitamin), H2V0 (giberelin tanpa vitamin), H0V2 (vit B1-0,3ppm tanpa hormon) dengan diameter tudung 10,4; 9,9; 7,6 cm secara berturut-turut. Jumlah tubuh buah terbanyak (6 tudung) terjadi pada perlakuan H2V2 (giberelin kombinasi vit B1-0,3ppm) namun tidak berbeda secara signifikan. Berat basah tertinggi masa panen 2 bulan (111,44 g/baglog) dicapai pada perlakuan H2V2 (giberelin kombinasi vit B1-0,3ppm) yang juga tidak berbeda secara nyata. Berat kering tertinggi masa panen 2 bulan (9,69 g/baglog) dicapai pada perlakuan H1V0 (auksin tanpa vitamin) yang juga tidak berbeda secara nyata. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian vitamin dan hormon pengatur tumbuh tidak berdampak secara signifikan terhadap hasil kuantitas panen namun berpengaruh signifikan terhadap masa kemunculan dan ukuran diameter tubuh buah.