Salah satu tujuan utama dalam melakukan well testing adalah mengetahui parameter penting reservoir seperti tekanan awal reservoir, permeabilitas, dan skin. Umumnya parameter dasar seperti permeabilitas dan tekanan initial reservoir dapat diketahui dengan melakukan drawdown maupun build-up test. Namun, pada reservoir shale gas, tight gas, Coal Bed Methane (CBM), dan reservoir nonkonvensional lainnya yang memiliki permeabilitas yang sangat kecil, tes seperti ini tidak efektif untuk dilakukan karena akan membutuhkan waktu alir yang sangat lama dan maupun waktu penutupan sumur yang sangat lama sehingga sangat tidak ekonomis. Maka, dikembangkanlah tes-tes dengan durasi singkat, dengan volume yang lebih sedikit, emisi rendah, serta pre-frac. Saat ini metode tes yang cukup banyak diteliti adalah Diagnostic Fracture Injection Test.
Sebagaimana disebutkan dalam beberapa studi mengenai welltesting pada reservoir nonkonvensional lainnya, DFIT dinilai sebagai pengujian sumur yang efektif. DFIT seringkali dilakukan baik pada reservoir konvensional maupun nonkonvensional karena hasil yang diperoleh dari analisis tekanan baik untuk diterima. Analisis data yang dilakukan umumnya adalah pre-closure analysis diikuti oleh after-closure analysis untuk memperoleh parameter reservoir seperti permeabilitas, tekanan awal reservoir, dan juga parameter fracturing. Walau begitu, terkadang kondisi pengujian yang tidak ideal, analisis yang kurang tepat, dan metode pendekatan yang digunakan kerap menjadi masalah yang berujung pada ketidakakuratan data parameter reservoir yang diperoleh. Tujuan dari tulisan ini adalah memaparkan metode yang ada dalam menganalisis sebuah data diagnostic fracture injection test, mengungkapkan masalah yang kerap terjadi akibat proses pengujian maupun kesalahan dalam menganalisis dan juga memberikan rekomendasi metode yang tepat dan mudah untuk dilakukan. Studi kasus yang dilakukan menggunakan data pengujian dari sebuah sumur di lapangan coalbed methane yang merupakan reservoir nonkonvensional.