digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda merupakan suatu daerah konservasi di Kota Bandung yang terdiri dari hutan alami dan hutan tanaman. Longsor merupakan permasalahan yang sering terjadi di taman hutan raya ini, tepatnya sepanjang jalur trek antara Gua Belanda dan Maribaya. Longsor dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang meliputi kelerengan yang curam, curah hujan, kondisi fisik dan air tanah, serta vegetasi. Vegetasi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam meminimalkan dampak longsor karena mampu meningkatkan stabilitas lereng melalui intersepsi, pengikatan tanah dan evapotranspirasi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan struktur komunitas tumbuhan antara areal longsor dan non-longsor di sepanjang jalur trek Gua Belanda–Maribaya, dan menentukan jenis-jenis adaptif yang tahan longsor sebagai pertimbangan dalam rehabilitasi areal bekas longsoran. Analisis vegetasi dilakukan dengan metode plot bertingkat dengan ukuran 20 x 20 m untuk habitus pohon, 10 x 10 m untuk tiang dan perdu, 5 x 5 m untuk pancang, dan 2 x 2 m untuk semai dan herba. Jenis adaptif ditentukan berdasarkan jenis vegetasi yang ditemukan, baik di areal terkena dampak longsor maupun tidak terkena dampak longsor, dan karakter morfologi akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan komposisi dan keanekaragaman jenis vegetasi antara kedua komunitas, kecuali pada tingkat pohon yang cenderung didominasi oleh jenis-jenis yang sama, yaitu Pinus merkusii dan Ficus variegata (INP 185,5 % dan 27,4%). Perbedaan komposisi kedua komunitas cenderung terlihat pada tingkatan-tingkatan di bawahnya. Pada tingkat tiang, areal longsor didominasi oleh Homalanthus populneus dan Maesopsis eminii (INP 112,7% dan 45,6%), sedangkan areal non-longsor lebih didominasi oleh Cinnamomum burmanni dan Macaranga tanarius (INP 85,3% dan 45,2%). Pada tingkat pancang, Toona sureni dan Mangifera foetida lebih mendominasi areal longsor (INP 35,2% dan 19,9%), sementara areal non-longsor didominasi Calophyllum soulattri dan Pterygota horsfieldii (INP 66,1% dan 45,2%). Pada lantai tegakan diketahui anakan Toona sureni dan Ficus variegata mendominasi areal bekas longsor (INP 60% dan 40%), sementara areal non-longsor didominasi oleh Calophyllum soulattri dan Pterygota horsfieldii (INP 76,2% dan 45,2%). Khusus pada tingkatan perdu dan herba terlihat bahwa kedua komunitas cenderung didominasi oleh jenis yang sama. Jenis perdu yang dominan adalah Calliandra calothyrsus dan Zapoteca tetragona (INP 64,9% dan 43,7%), serta pada tingkatan herba, Elatostema sp. merupakan tumbuhan yang paling dominan (INP 80,4% dan 99,5%). Dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman diketahui bahwa secara umum areal bekas longsor memiliki keanekaragaman jenis yang lebih tinggi dibandingkan areal non-longsor. Nilai H’ pada areal longsor dari tingkat pohon hingga tumbuhan bawah berada pada kisaran 1,6 – 2,3 sedangkan pada areal non longsor berkisar antara 1,02 – 1,8. Perbedaan kedua komunitas juga ditunjukkan oleh nilai indeks kesamaan (Is) pada semua tingkat dan habitus yang berkisar antara 31,5% - 54.5% dan berarti kedua komunitas cenderung berbeda. Jenis-jenis adaptif yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Pinus merkusii, Ficus variegata, F. hispida, Toona sureni, Cinnamomum burmanni, Pterospermum celebicum, Pterygota horsfieldii, Calophyllum soulattri, dan Pouteria sp.; untuk perdu adalah Laportea stimulans, Montanoa hibiscifolia, Trevesia sp., dan Harmpsiopanax sp.; sedangkan untuk herba adalah Elatostema sp., Syngonium sp., Etlingera coccinea, Pteris sp., dan Arenga pinnata.