Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada penduduk yang tinggal di
wilayah dataran rendah dan rawa-rawa adalah langkanya ketersediaan air bersih
mengingat sumber air yang terdapat di wilayahnya adalah air gambut. Sumber air
gambut ini banyak ditemukan pada sebagian wilayah di Indonesia seperti
Sumatera, Kalimantan dan Papua. Asam humat adalah salah satu komponen
utama air gambut yang merupakan senyawa organik kompleks dan polimer alami
yang terbentuk dari degradasi tumbuhan, hewan dan mikroba. Asam humat
umumnya berwarna kuning–coklat, bersifat asam yang berasal dari gugus
karboksilat dan hidroksil, merupakan kandungan utama pada karbon organik
terlarut dalam air permukaan dan air tanah, bertindak sebagai substrat pada
pertumbuhan bakteri. Selain itu asam humat dapat membentuk senyawa
kompleks dengan logam berat yang akan mencemari lingkungan serta bereaksi
dengan disinfektan dalam proses pengolahan air membentuk hasil samping berupa
trihalometana, asam haloasetat dan komponen klorinasi lainnya yang bersifat
karsinogen. Untuk mengatasi permasalahan tersebut beberapa metode telah
dilakukan untuk menghilangkan larutan asam humat seperti koagulasi, biofilter,
adsorpsi, fotokatalisis maupun teknologi membran. Dalam penelitian ini metode
yang telah dilakukan adalah fotokatalisis menggunakan TiO2. Sintesis TiO2
dilakukan dengan menggunakan metode hidrotermal pada suhu 105 ºC selama 24
jam dengan media air dan cairan ion turunan pirolidinium. Cairan ion yang
digunakan adalah 1-butil-1-metilpirolidinium klorida, 1-butil-1-metilpirolidinium
tetrafluoroborat dan 1-butil-1-metilpirolidinium salisilat yang disintesis dengan
metode refluks. Hasil cairan ion yang terbentuk kemudian dikarakterisasi dengan
menggunakan NMR dan IR sedangkan produk TiO2 dikarakterisasi dengan XRD,
SEM, TEM, BET,PSA dan UV-Vis DRS. Hasil pengukuran 1H NMR maupun
IR menunjukkan pergeseran kimia dan bilangan gelombang yang telah sesuai
dengan karakteristik cairan ion yang diinginkan. Hasil XRD menunjukkan bahwa
TiO2 yang disintesis hanya dengan media air fasa yang terbentuk adalah brokit
dan anatase sedangkan dengan media cairan ion dihasilkan fasa tunggal yaitu
anatase. Baik hasil SEM maupun TEM menunjukkan bahwa partikel TiO2 yang
disintesis dengan media cairan ion mempunyai struktur yang lebih teratur
dibandingkan media air saja dengan ukuran partikel mencapai 13-17 nm.
Pengukuran nilai band gap menggunakan UV-Vis DRS menunjukkan penurunan
nilai dari 3,23 eV dengan media air dan 3,12 eV dengan media cairan ion. TiO2
yang disintesis menggunakan cairan ion kemudian digunakan untuk mendegradasi
asam humat di bawah penyinaran sinar UV pada kondisi optimum. Kondisi
optimum yang diperoleh yaitu pada pH 3, konsentrasi awal asam humat 25 mg/L,
konsentrasi TiO2 yang ditambahkan 0,6 g/L, waktu penyinaran selama 60 menit,
jarak lampu dengan larutan 20 cm dan daya lampunya 30 watt. Penentuan
persentase degradasinya dilakukan dengan pengukuran konsentrasi asam humat
sebelum dan sesudah fotodegradasi menggunakan UV-Vis Spektrofotometer.
Hasil fotodegradasinya menunjukkan adanya peningkatan persen degradasi
menggunakan TiO2 yang disintesis dari berbagai media pelarut meliputi media air
(69,18 %), cairan ion 1-butil-1-metilpirolidinium klorida (81,22 %), cairan ion 1-
butil-1-metilpirolidinium tetrafluoroborat (85,95 %), cairan ion 1-butil-1-
metilpirolidinium salisilat (73,84 %) dan TiO2 merck (27,72 %). Dari data
percobaan kinetik menunjukkan adanya korelasi dengan orde dua semu dengan
konstanta laju reaksi 0,228 mgL-1menit-1 untuk media cairan ion 1-butil-1-
metilpirolidinium tetrafluoroborat dan 0,189 mgL-1menit-1 untuk media air.
Perpustakaan Digital ITB