digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada penduduk yang tinggal di wilayah dataran rendah dan rawa-rawa adalah langkanya ketersediaan air bersih mengingat sumber air yang terdapat di wilayahnya adalah air gambut. Sumber air gambut ini banyak ditemukan pada sebagian wilayah di Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan dan Papua. Asam humat adalah salah satu komponen utama air gambut yang merupakan senyawa organik kompleks dan polimer alami yang terbentuk dari degradasi tumbuhan, hewan dan mikroba. Asam humat umumnya berwarna kuning–coklat, bersifat asam yang berasal dari gugus karboksilat dan hidroksil, merupakan kandungan utama pada karbon organik terlarut dalam air permukaan dan air tanah, bertindak sebagai substrat pada pertumbuhan bakteri. Selain itu asam humat dapat membentuk senyawa kompleks dengan logam berat yang akan mencemari lingkungan serta bereaksi dengan disinfektan dalam proses pengolahan air membentuk hasil samping berupa trihalometana, asam haloasetat dan komponen klorinasi lainnya yang bersifat karsinogen. Untuk mengatasi permasalahan tersebut beberapa metode telah dilakukan untuk menghilangkan larutan asam humat seperti koagulasi, biofilter, adsorpsi, fotokatalisis maupun teknologi membran. Dalam penelitian ini metode yang telah dilakukan adalah fotokatalisis menggunakan TiO2. Sintesis TiO2 dilakukan dengan menggunakan metode hidrotermal pada suhu 105 ºC selama 24 jam dengan media air dan cairan ion turunan pirolidinium. Cairan ion yang digunakan adalah 1-butil-1-metilpirolidinium klorida, 1-butil-1-metilpirolidinium tetrafluoroborat dan 1-butil-1-metilpirolidinium salisilat yang disintesis dengan metode refluks. Hasil cairan ion yang terbentuk kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan NMR dan IR sedangkan produk TiO2 dikarakterisasi dengan XRD, SEM, TEM, BET,PSA dan UV-Vis DRS. Hasil pengukuran 1H NMR maupun IR menunjukkan pergeseran kimia dan bilangan gelombang yang telah sesuai dengan karakteristik cairan ion yang diinginkan. Hasil XRD menunjukkan bahwa TiO2 yang disintesis hanya dengan media air fasa yang terbentuk adalah brokit dan anatase sedangkan dengan media cairan ion dihasilkan fasa tunggal yaitu anatase. Baik hasil SEM maupun TEM menunjukkan bahwa partikel TiO2 yang disintesis dengan media cairan ion mempunyai struktur yang lebih teratur dibandingkan media air saja dengan ukuran partikel mencapai 13-17 nm. Pengukuran nilai band gap menggunakan UV-Vis DRS menunjukkan penurunan nilai dari 3,23 eV dengan media air dan 3,12 eV dengan media cairan ion. TiO2 yang disintesis menggunakan cairan ion kemudian digunakan untuk mendegradasi asam humat di bawah penyinaran sinar UV pada kondisi optimum. Kondisi optimum yang diperoleh yaitu pada pH 3, konsentrasi awal asam humat 25 mg/L, konsentrasi TiO2 yang ditambahkan 0,6 g/L, waktu penyinaran selama 60 menit, jarak lampu dengan larutan 20 cm dan daya lampunya 30 watt. Penentuan persentase degradasinya dilakukan dengan pengukuran konsentrasi asam humat sebelum dan sesudah fotodegradasi menggunakan UV-Vis Spektrofotometer. Hasil fotodegradasinya menunjukkan adanya peningkatan persen degradasi menggunakan TiO2 yang disintesis dari berbagai media pelarut meliputi media air (69,18 %), cairan ion 1-butil-1-metilpirolidinium klorida (81,22 %), cairan ion 1- butil-1-metilpirolidinium tetrafluoroborat (85,95 %), cairan ion 1-butil-1- metilpirolidinium salisilat (73,84 %) dan TiO2 merck (27,72 %). Dari data percobaan kinetik menunjukkan adanya korelasi dengan orde dua semu dengan konstanta laju reaksi 0,228 mgL-1menit-1 untuk media cairan ion 1-butil-1- metilpirolidinium tetrafluoroborat dan 0,189 mgL-1menit-1 untuk media air.