Kajian dan penelitian mengenai pengaruh cuaca terhadap kejadian infeksi saluran pernapasan sudah banyak dilakukan di wilayah-wilayah yang memiliki 4 musim dengan hasil serupa: insidensi infeksi saluran pernapasan meningkat ketika cuaca bersuhu dan kelembapan rendah. Utamanya di musim-musim dingin. Namun, hasil kebanyakan studi tersebut tidak cocok dengan populasi di wilayah tropis yang sepanjang tahunnya terbiasa beradaptasi dengan cuaca hangat dan lembap.
Selain itu, penelitian-penelitian serupa yang pernah dilakukan pun belum memperhitungkan faktor cuaca dengan memandang seluruh elemen cuaca yang diperhitungkan sebagai cuaca secara satu kesatuan. Dengan menggunakan metode klasifikasi cuaca harian yang memandang elemen-elemen cuaca sebagai cuaca secara utuh, dalam penelitian ini diketahui bahwa, di wilayah Kota Bandung dalam rentang waktu Januari 2010 – Desember 2014, anomali peningkatan kejadian pneumonia (salah satu penyakit saluran pernapasan) cenderung muncul pada bulan-bulan dengan anomali kenaikan frekuensi kondisi cuaca tertentu. Kondisi cuaca tersebut adalah suhu maksimum lebih dari 30° C dan suhu minimum tidak lebih dari 20° C, atau suhu maksimum tidak lebih dari 30° C dan suhu minimum lebih dari 20° C, tutupan awan rata-rata harian lebih dari 5/8, serta tekanan uap parsial rata-rata hariannya lebih dari 22.4 hPa.