Terhadap batuan di sekitar kemunculan rembesan airtanah dan mataair yang terjadi di saluran pelimpah Bendungan Setupatok telah dilakukan sementasi pada tahun 2014, namun debit kebocoran tidak berkurang. Awalnya, rembesan dan mataair diduga muncul akibat umur bendungan yang telah mencapai 90 tahun. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa kebocoran dikontrol oleh kondisi geologi di sekitar bendungan. Batuan dasar tampungan waduk merupakan kawah gunung berapi purba (tipe maar) di kaki Gunung Careme. Kawah maar merupakan hasil interaksi antara magma dan air yang menghasilkan endapan piroklastik dan didominasi oleh material berukuran lapilli (diameter hingga 64 mm).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemetaan geologi yang ditujukan untuk mengetahui distribusi pengendapan batuan piroklastik, pemetaan hidrogeologi untuk mengetahui pola aliran airtanah (berdasarkan data 86 sumur gali dan 24 mataair), serta pengukuran nilai TDS (Total Dissolved Solids) dan pH untuk mendukung interpretasi aliran airtanah. Berdasarkan pemetaan geologi, diketahui bahwa batuan di sekitar Bendungan Setupatok didominasi oleh batulapili dan tuf yang memiliki nilai konduktivitas hidraulik yang tinggi. Terdapat dua sesar normal di daerah penelitian. Dari pemetaan hidrogeologi, terdapat tiga zona dengan aliran airtanah yang menunjukkan kebocoran waduk. Data TDS menunjukkan bahwa kemunculan mataair dan rembesan berasal dari waduk. Berdasarkan hal tersebut, usulan perbaikan yang sebaiknya dilakukan adalah dengan cara memperkecil nilai konduktivitas hidraulik batuan di hulu saluran pelimpah. Simulasi usulan perbaikan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SEEP/W 2007.