Perkembangan teknologi bioproses telah mendorong pendekatan ke arah produk surfaktan biologi (biosurfaktan) yang ramah lingkungan. Penelitian ini difokuskan pada produksi dan karakterisasi biosurfaktan yang berasal dari bakteri halofilik isolat lokal Halomonas meridiana BK-AB4 dan Chromohalobacter japonicus BK-AB18. Tahap pertama penelitian ini dilakukan pengujian potensi penghasil biosurfaktan dengan metode uji hemolisis dan uji jenis biosurfaktan dengan menggunakan metode agar biru. H. meridiana BK-AB4 dan C. japonicus BK-AB18 menunjukkan aktivitas hemolisis yang tinggi dengan ukuran zona bening berturut-turut 3,2 cm dan 3 cm pada media agar darah. Sedangkan, hasil uji agar biru H. meridiana BK-AB4 dan C. japonicus BK-AB18 tidak menunjukkan hasil positif adanya zona biru pada media CTAB, maka biosurfaktan dari kedua isolat tersebut bukan merupakan jenis biosurfaktan rhamnolipid. Tahap selanjutnya yaitu produksi biosurfaktan dengan menumbuhkan kedua bakteri H. meridiana BK-AB4 dan C. japonicas BK-AB18 dalam medium minimal CY, dengan sumber karbon dan nitrogen yang bervariasi pada 37 oC yang dikocok menggunakan shaker incubator dengan kecepatan 150 rpm selama 8 hari. Sumber karbon yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak zaitun, minyak jagung, minyak kacang kedelai, minyak kelapa sawit, dan minyak bunga matahari sedangkan untuk sumber nitrogen digunakan urea, NaNO3, NH4Cl, NH2(SO)4 dan KNO3. Hasil produksi H. meridiana BK-AB4 naik secara signifikan
ii
bila menggunakan minyak zaitun sebagai sumber karbon dan urea sebagai sumber nitrogen dengan hasil uji penyebaran minyak (oil spreading test) dan uji emulsifikasi berturut-turut sebesar 5,2 cm dan 82%. Sedangkan untuk C. japonicus BK-AB18 produksinya meningkat bila menggunakan minyak zaitun sebagai sumber karbon dan urea sebagai sumber nitrogen dengan hasil uji penyebaran minyak sebesar 4,7 cm dan uji emulsifikasi sebesar 76%. Biosurfaktan yang dihasilkan dari sumber karbon dan nitrogen terbaik selanjutnya diuji aktivitasnya pada berbagai kondisi pH, temperatur, dan salinitas. pH optimum untuk H. meridiana BK-AB4 ditunjukkan pada rentang pH (8-11) sedangkan untuk C. japonicus BK-AB18 pada rentang pH (9-11). Selanjutnya temperatur optimum dari H. meridiana BK-AB4 dan C. japonicas BK-AB18 menunjukkan hasil yang sama pada temperatur (70-90oC). Kemudian pengaruh salinitas dari H. meridiana BK-AB4 menunjukkan aktivitas maksimum pada rentang kadar garam 15-22% sedangkan C. japonicus BK-AB18 pada rentang kadar garam 17-20%. Biosurfaktan yang dihasilkan oleh H. meridiana BK-AB4 dan C. japonicus BK-AB18 berturut adalah 52 g/L dan 44 g/L berat kering. Hasil analisis TLC menunjukkan nilai Rf 0.62 untuk H. meridiana BK-AB4 dan 0.63 untuk C. japonicus BK-AB18. Biosurfaktan yang dihasilkan dari H. meridiana BK-AB4 dan C. japonicus BK-AB18 memiliki nilai CMC berturut-turut 350 mg/ L dan 360 mg/L. Hasil uji DSC menunjukkan nilai Tm yang sama untuk kedua bakteri tersebut pada Tm1 84,0 oC, Tm2 pada 219,3 oC dan Tm3 448,2 oC. Analisis struktur FTIR untuk kedua bakteri H. meridiana BK-AB4 dan C. japonicas BK-AB18 memiliki gugus fungsi yang hampir sama yaitu gugus –NH pada 3400-3500 cm-1, gugus C=N pada 1600-1650 cm-1, gugus C-N pada 1000-1200 cm-1 dan gugus C-Cl pada 600-630 cm-1. Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa H. meridiana BK-AB4 dan C. japonicas BK-AB18 berpotensi mengasilkan biosurfaktan.