Air merupakan sumber kehidupan yang tidak dapat tergantikan dengan hal lain. Tanpa adanya air, manusia, hewan dan tanaman tidak dapat hidup. Oleh karena itu, keberadaan air di lingkungan sekitar kita menjadi sangat penting. Semakin banyak populasi manusia yang berada di suatu wilayah maka akan semakin banyak jenis kegiatan yang dilakukan dan semakin banyak pula jumlah air yang digunakan. Setelah melihat keadaan tersebut, studi ini dilakukan untuk menemukenali bagaimana kondisi sumber daya air di suatu kota dengan mengidentifikasi luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan untuk menyerap air
sesuai dengan konsumsi didalam kota tersebut. Wilayah studi dalam studi ini adalah Kota Bandung. Metode analisis yang digunakan dalam studi ini adalah metode water footprint yang dapat mengkonversi jumlah konsumsi air di dalam suatu kota kedalam kebutuhan luas lahan tangkapan air atau ruang terbuka hijau (Ha) untuk menyerap air sesuai konsumsi tersebut. Perhitungan water footprint ini juga melibatkan komponen curah hujan di Kota Bandung, dengan asumsi sebagai penyedia air tanah utama.
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis water footprint, diperoleh nilai water footprint di Kota Bandung dua kali lipat lebih besar dibandingkan ruang
terbuka hijau yang ada di Kota Bandung. Nilai yang diperoleh adalah luasan yang diharapkan dapat menyerap air secara optimal namun, ruang terbuka hijau di Kota Bandung memiliki besaran run off 75%. Hal ini menyebabkan Kota Bandung hanya bisa menyerap air sebanyak 25% saja dari air yang jatuh diatasnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai water footprint adalah pola konsumsi air bersih penduduk Kota Bandung, penurunan curah hujan karena adanya perubahan iklim, dan besarnya run off di Kota Bandung. Fakta ini mengindikasikan bahwa penggunaan air di Kota Bandung lebih besar dibandingkan dengan air yang tersedia sehingga menyebabkan munculnya krisis air di Kota Bandung.