PT Garuda Indonesia yang merupakan flag carrier Indonesia, sudah mempunyai
perencanaan untuk peremajaan armada di lini Boeing 737. Perseroan bermaksud mengganti semua
jenis Boeing 737 Classic (seri 300, 400, dan 500) dengan tipe terbaru yaitu Boeing 737 New
Generation (seri 800) dengan jumlah mencapai 90 unit pada tahun 2014.
Isu utama yang dihadapi PT Garuda Indonesia adalah bahwa dengan bertambahnya jumlah
pesawat otomatis membutuhkan cockpit crew yang jauh lebih banyak, dimana cockpit crew ini
wajib menjalani simulator training, dan PT Garuda Indonesia tidak mempunyai simulator untuk
jenis Boeing 737 NG. Saat ini semua training simulator harus dilakukan di luar negeri. Secara
jangka panjang, cara ini justru akan menjadi biaya tinggi.
PT Ground Support Indonesia tampil dengan mengajukan solusi bisnis, yaitu dengan
mengadakan simulator training yang dilakukan di Indonesia. Dengan dilakukan didalam negeri,
maka PT Garuda Indonesia dapat menghemat pengeluaran biaya simulator training sampai denan
40% per tahun ditambah lagi adanya pengurangan loos time akibat para cockpit crew tidak bekerja.
Thesis ini fokus pada bagaimana PT Ground Support Indonesia akan menjalankan bisnis
simulator training ini. Dimulai dari strategi equity financing sampai dengan pemilihan bisnis model:
sebagai Operator atau Lessor. Untuk pengambilan keputusan digunakan teknik Capital Budgeting
yang menggunakan parameter Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR).
Walaupun PT Ground Support Indonesia akan memilih satu bentuk bisnis model, namun opsi
bisnis model yang lain merupakan tools yang dapat digunakan dalam hal negosiasi ataupun dengan
PT Garuda Indonesia.
Rencana implementasi juga disajikan sebagai panduan bagi manajemen PT Ground Support
Indonesia sehingga proyek Flight Simulator ini dapat berjalan dengan efektif dan efisien.