digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Lapangan panas bumi Awibengkok yang juga dikenal dengan sebutan lapangan Salak, berlokasi 60km dari Jakarta pada Pulau Jawa, Indonesia. Area Kontrak Karya lapangan panas bumi Awibengkok termasuk daerah yang berproduksi saat ini terletak pada daerah dataran tinggi sebelah barat daya Gunung Salak (2211 dpl). Lapangan panas bumi Awibengkok berdasarkan pembagian fisiografis menurut Van Bemelen, 1949 terletak di zona bogor, pola-pola struktur yang berkembang di lapangan ini secara dominan mempunyai tren timur laut (NE) dan barat laut (NW). Berdasarkan stratigrafi regional, lapangan Awibengkok ini termasuk pada cekungan Bogor yang berisikan endapan vulkanik yang berumur Plistosen-Resen. Lapangan Awibengkok mempunyai sistem panas bumi dengan dominasi likuid, dimana reservoir yang ada dikontrol oleh rekahan dengan kandungan kimia yang kaya dan kandungan gas nonkondensat rendah-moderat. Sistem panas bumi yang ada di lapangan ini disangga oleh sebagian besar batuan beku andesit hingga rhiodasit, dan didasari oleh batuan sedimen marin berumur Miosen yang dipotong oleh intrusi berumur Tersier.Aliran fluida pada sebuah lapangan panas bumi sangat erat kaitannya dengan pola penyebaran rekahan yang ada pada lapangan tersebut dan reservoir rekahan sangatlah kompleks dan sulit untuk di evaluasi. Pada lapangan panas bumi yang didominasi oleh reservoir rekahan diperlukan evaluasi yang efektif, prediksi dan perencanaan yang tepat dan akurat untuk mengatasi situasi tersebut. Analisa rekahan dan geomekanika yang diakhiri dengan pembuatan model geologi dan distribusi rekahan pada penelitian ini diharapkan dapat membantu evaluasi dan perencanaan lapangan panas bumi.Model geomekanika adalah gabungan dari hasil studi terhadap tekanan insitu, tekanan pori dan karakter fisik pada batuan reservoar, rekahan dan sesar yang ada pada formasi di bawah permukaan. Parameter primer yang mengontrol interaksi parameter di atas adalah tekanan insitu, kekuatan batuan, properti dan arah lapisan, tekanan pori dan distribusi dari rekahan dan sesar, arah lubang sumur, dan berat lumpur pemboran.Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengetahui nilai dari setiap parameter geomekanik, seperti: nilai tegasan vertikal dapat diperoleh dari penurunan densitas batuan, tekanan pori didapatkan langsung dari pengukuran DST atau RFT, besaran tegasan horizontal minimum diperoleh dari interpretasi terhadap tes xLOT, tes inti bor dilakukan untuk memperoleh nilai kekuatan batuan, arah tegasan horisontal maksimum diperoleh dari hasil pengamatan breakout dan rekahan tensile pada log image, sedangkan besar tegasan horisontal maksimum diperoleh melalui pemodelan berdasarkan kehadiran breakout dan rekahan induced.Hasil analisa geomekanika pada sumur AWI 1-2 adalah sebagai berikut: gradien tegasan vertikal (Sv) adalah sebesar 1.122 psi/ft, gradien tekanan pori (Pp) adalah sebesar 0.32 psi/ft, gradien tegasan horisontal minimum (Sh min) adalah sebesar 0.54 psi/ft, orientasi tegasan horisontal maksimum (SH Max) berarah N 300-370 E (NE) atau timur laut-barat daya, gradien tegasan horisontal maksimum (SH Max) adalah sebesar 0.93 psi/ft. Hasil analisa geomekanika pada sumur AWI 2-1 adalah sebagai berikut: gradien tegasan vertikal (Sv) adalah sebesar 1.069 psi/ft, gradien tekanan pori(Pp) adalah sebesar 0.32 psi/ft, gradien tegasan horisontal minimum (Sh min) adalah sebesar 0.54 psi/ft, orientasi tegasan horisontal maksimum (SH Max) berarah N 350-470 E (NE) atau timur laut-barat daya, gradien tegasan horisontal maksimum (SH Max) adalah sebesar 0.89 psi/ft. Berdasarkan analisa geomekanika pada kedua sumur tersebut diketahui Sh min (?3) < SH Max (?2) < Sv (?1), menurut klasifikasi Anderson,1951 kondisi ini mencerminkan rezim tegasan normal.Berdasarkan hasil pengamatan dan interpretasi log image pada sumur AWI 1-2 & AWI 2-2 menunjukan 3 tipe rekahan yaitu rekahan konduktif, rekahan resistif dan rekahan tensile. Tren jurus dari rekahan konduktif/terbuka menunjukkan arah timur laut-barat daya (NE-SW), untuk rekahan resistif tren jurus yang ada sangatlah acak akan tetapi secara dominan tetap berarah timur laut-barat daya (NE-SW), besar kemiringan untuk kedua jenis rekahan berkisar antara 35-85 derajat. Untuk rekahan tensile mempunyai tren jurus dominan berarah timur laut-barat daya (NE-SW), dengan kemiringan hampir sejajar dengan lubang bor.Pemodelan geologi dilakukan dengan stratigrafi yang telah disimplifikasi menjadi formasi atas, formasi tengah, formasi RDM, formasi bawah, batuan dasar sedimen dan intrusi. Pemodelan bidang sesar yang diinterpretasi berdasarkan peta geologi terahulu, data kegempaan mikro dan penyebaran formasi RDM. Bidang sesar yang diinterpretasikan diasumsikan berbidang vertikal, hal ini didasari oleh analisa geomekanika yang menunjukan daerah penelitian berada di rezim tegasan normal dimana sesar normal akan menjadi ciri khas dan analisa rekahan dimana dominasi rekahan yang ada di dalam sumur mempunyai kemiringan yang curam.Pemodelan rekahan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan algoritma Discrete Fracture Network (DFN) yang dikembangkan oleh perangkat lunak PETREL. Adapun algoritma DFN yang dikembangkan oleh perangkat lunak tersebut lebih bersifat analisa strain/hasil bukan stress/pembuat sehingga konsep penyebaran rekahan tersebut dipandu dengan konsep kedekatan terhadap bidang sesar dan maksimum kurvatur, dimana rekahan akan semakin banyak terdapat apabila semakin dekat dengan sesar dan berada di puncak kurvatur. Karena tingginya nilai ketidakpastian di dalam pemodelan ini maka pemodelan akan dilakukan 4 kali dengan berbagai perbedaan terutama di dalam kemiringan lapisan rekahan yang ada.Hasil pemodelan distribusi rekahan menunjukan nilai porositas rekahan berkisar antara 0-5 % dengan angka mean sebesar 1,5%. Nilai permeabilitas rekahan berkisar antara 0-6 mD dengan angka mean sebesar 0.1 mD. Sebagai hasil perbandingan pada keempat model distribusi rekahan tersebut adalah semakin curam kemiringan rekahan maka akan semakin menunjukan ketiadaan konektifitas antar rekahan, sehingga menyebabkan semakin rendahnya nilai porositas dan permeabilitas yang ada. Untuk persamaannya adalah terdapatnya daerah dimana intensitas rekahan yang tinggi menunjukan trend timur laut-barat daya (NE-SW), zona intensitas tinggi ini merupakan zona rekahan utama yang mengontrol produksi di daerah timur lapangan Awibengkok, hal ini dibuktikan dengan produksi dan uji alir di daerah zona timur ini. Berdasarkan hasil pemodelan tersebut maka dianjurkan untuk mendesign sumur dari kepala sumur (well head) ke arah timur dengan mengarah kearah zona rekahan yang intens.