digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sejak Protokol Kyoto berdampak pada 2005, teknologi untuk mengurangi emisi CO2 berkembang sangat pesat. Sebagai dampaknya, banyak negara-negara maju yang mencoba menerapkannya guna menurunkan konsentrasi gas rumah kaca. Mereka mulai menggunakan energy alternatif yang ramah lingkungan. Saat ini, pertumbuhan penjualan telepon genggam di dunia sangatlah tinggi. Sebagian besar telepon genggam tersebut menggunakan batere Li-ion yang tidak ramah lingkungan, karena menggunakan listrik yang dihasilkan dari batu bara dan minyak bumi. Listrik di Indonesia menghasilkan emisi CO2 yang lebih tinggi dibandingkan negara lain. Tentunya peningkatan jumlah pengguna telepon genggam di Indonesia akan berpengaruh pada peningkatan emisi CO2. Penguna telepon genggam di Indonesia diprediksi akan meningkat setiap tahunnya. Tentu saja hal ini akan berdampak pada peningkatan emisi CO2. Teknologi baru dalam dunia telekomunikasi juga terus berkembang. Beberapa tahun lalu, konsumen hanya menggunakan telepon genggam untuk melakukan panggilan telepon dan mengirimkan pesan singkat saja, namun saat ini terdapat berbagai macam fungsi tambahan pada smartphone, seperti: pemutar music, pemutar video, permainan, chatting, internet, email, dan lain sebagainya. Hal tersebut akan meningkatkan konsumsi energy, yang akan berdampak pada peningkatan emisi CO2. Dalam penelitian ini, perbandingan emisi CO2 antara telepon genggam yang menggunakan batere Li-ion dan PEFC dihitung menggunakan metodologi LCA. System boundary terdiri dari produk mentah, pabrik, transportasi/distribusi, pengguna akhir, dan pembuangan. Kinerja dari PEFC diukur menggunaan eksperimen dasar. Kuseioner juga digunakan untuk mengetahui perilaku konsumen dalam menggunakan telepon genggam. Konsumsi energi dipengaruhi oleh lamanya penggunaan telepon gengam untuk masing-masing fungsi, sedangkan total emisi CO2 bergantung pada total konsumsi energi. Penelitian ini dilakukan di Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk sebanyak 238 juta jiwa dan merupakan peringkat keempat di dunia. Walaupun Indonesia masih merupakan negara berkembang, namun Indonesia merupakan pasar potensial bagi perusahan telepon genggam. Pada penelitian sebelumnya, emisi CO2 langsung untuk telepon genggam yang menggunakan batere Li-ion hanyalah sebesar 1% saja dari total emisi CO2 untuk 1 buah telepon genggam. Perkembangan teknologi yang sangat cepat menyebabkan peningkatan kinerja yang berdampak pada peningkatan konsumsi energi dan hal ini tentunya akan meningkatkan emisi CO2. Dalam penggunaan fungsi telepon genggam, generasi muda mengkonsumsi lebih banyak energy daripada generasi yang lebih tua untuk mendengarkan music, permainan, chatting, internet dan email. Dalam penelitian ini, emisi CO2 langsung meningkat drastic menjadi 27.38% untuk telepon genggam yang menggunakan batere Li-ion. Namun, dengan menggunakan PEFC, emisi CO2 langsung dapat dikurangi sebesar 26.79%. Dengan asumsi bahwa siklus (waktu pakai) 1 buah telepon genggam adalah selama 3.2 tahun, dengan menggunakan PEFC, emisi CO2 akan berkurang sebesar 2.71 kg-CO2/siklus, jika dibandingkan dengan telepon genggam yang menggunakan batere Li-ion.