Songket tradisional adalah salah satu bagian dari hasil budaya masyarakat Palembang. Menurut catatan sejarah kesultanan Palembang, kepandaian bertenun songket selalu diwariskan secara turun temurun melalui pembelajaran informal. Pada tahun 1980-an sebahagian besar masyarakat Palembang memiliki keahlian bertenun. Bila diamati dari segi bentuk, kain songket membawa pengaruh akulturasi dari budaya Kong Hu Chu dan India. Hal ini dapat terlihat dari gaya ragam hias dan warna yang ditampilkan pada struktur benang lungsi dan pakan. Kajian utama tesis ini dititik beratkan pada upaya pengkajian bentuk songket dan pemaknaan simbol ragam hias dari latar belakang sosial budaya masyarakat serta lingkungan alam sekitarnya. Kajian bentuk songket Palembang menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kebudayaan. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur dan observasi atas songket Palembang serta wawancara dengan desainer, pengrajin, kolektor songket, dan pegawai museum Bala Putera Dewa. Tesis ini mengkaji bentuk-bentuk songket Palembang dari periode tahun 1983-2006, seperti songket Lepus Berakam, songket Lepus Rakam Bungo Pacar, songket Lepus Nago Bersarang, songket Tawur Kembang Cempuk Cantik Manis, Songket Bungo Jatuh, Songket Tawur Tajung Rumpak, songket Lepus Nampan Perak, songket Tawur Bungo Cempuk Tampuk Manggis, songket Tawur Limar Bintang, songket Lepus Bungo Jatuh. Pada setiap helai kain tradisional songket Palembang terdapat tiga bagian pokok dalam struktur motif kain songket yaitu motif Tumpal atau Pucuk rebung, motif kembang tengah dan motif pinggiran atau tepi kain. Semua tiga bagian pokok dalam kain songket sangat beragam jenis bentuk motifnya yang berbeda satu dengan lainnya, namun memiliki kesatuan yang utuh dan tersusun dengan ornamen yang telah disepakati oleh masyarakat budaya Palembang.