digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Glukomanan merupakan polisakarida utama pada tepung porang (Amorphophallus muelleri) yang memiliki potensi tinggi dalam aplikasi pangan maupun industri. Namun dalam upaya memperoleh tepung porang dengan kandungan glukomanan yang tinggi, kandungan pati serta kalsium oksalat pada tepung porang menjadi penghambat dalam proses pemurnian. Oleh karena itu, diperlukan metode ekstraksi yang efektif untuk meningkatkan kadar glukomanan dan menurunkan senyawa pengotor tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi potensi penerapan metode fermentasi sebagai metode ekstraksi alternatif dari metode ekstraksi mekanis, ekstraksi pelarut dan enzimatis. Evaluasi potensi metode fermentasi dilakukan menggunakan empat jenis mikroorganisme, yaitu Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Aspergillus niger, dan Aspergillus oryzae. Optimasi kondisi fermentasi dianalisis menggunakan rancangan Full Factorial Design (FFD) dengan faktor konsentrasi substrat, konsentrasi inokulum, dan jenis inokulum, sedangkan respons yang diamati meliputi kandungan glukomanan, efisiensi ekstraksi glukomanan, dan laju ekstraksi glukomanan. Analisis FFD memperlihatkan bahwa interaksi antar faktor, terutama antara konsentrasi substrat dengan konsentrasi inokulum berkontribusi signifikan terhadap variasi respons. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum fermentasi yang diprediksi FFD adalah konsentrasi substrat 4% w/v serta penggunaan B. subtilis dengan konsentrasi inokulum 1% v/v. Kondisi fermentasi optimum terbukti mampu meningkatkan kandungan glukomanan pada tepung porang sebesar 105% hingga 575% lebih tinggi dibandingkan metode ekstraksi mekanis dan kimiawi, sekaligus mengurangi kadar kalsium oksalat sebesar 115% hingga 149% lebih baik dibandingkan dengan metode ekstraksi kimiawi dan enzimatis. Kondisi fermentasi optimum mampu menghasilkan tepung dengan kandungan glukomanan sebesar 25,51 ± 0,83%, kandungan kalsium oksalat sebesar 1,08 ± 0,18 mg/100 g, kadar air sebesar 2,16 ± 0,06%, dan kadar abu sebesar 8,18 ± 0,10%. Penelitian menunjukkan bahwa metode fermentasi berpotensi menggantikan metode ekstraksi fisik dan ekstraksi pelarut karena menghasilkan tepung dengan kadar glukomanan yang lebih tinggi, dengan efek positif berupa penurunan kalsium oksalat dan kadar air pada tepung hasil fermentasi.