digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


MUHAMMAD ALLAN SERUNTING
EMBARGO  2028-11-10 

MUHAMMAD ALLAN SERUNTING
EMBARGO  2028-11-10 

MUHAMMAD ALLAN SERUNTING
EMBARGO  2028-11-10 

MUHAMMAD ALLAN SERUNTING
EMBARGO  2028-11-10 

MUHAMMAD ALLAN SERUNTING
EMBARGO  2028-11-10 

MUHAMMAD ALLAN SERUNTING
EMBARGO  2028-11-10 

MUHAMMAD ALLAN SERUNTING
EMBARGO  2028-11-10 

MUHAMMAD ALLAN SERUNTING
EMBARGO  2028-11-10 


Air merupakan komponen vital dalam kehidupan manusia dan dimanfaatkan dalam berbagai sektor seperti industri, pertanian, rumah tangga, serta sebagai sumber air minum. Namun, ketersediaan air bersih kini semakin menurun akibat aktivitas industri, pertanian, irigasi, dan meningkatnya kepadatan penduduk. Pembuangan limbah yang tidak terkendali menyebabkan air tercemar oleh berbagai polutan, termasuk logam berat. Salah satu ancaman serius terhadap kualitas air adalah penggunaan merkuri (Hg) dalam kegiatan penambangan emas ilegal. Ion merkuri (Hg2+) merupakan polutan logam berat yang sangat toksik, bahkan dalam konsentrasi rendah, karena dapat mengganggu sistem saraf pusat, merusak ginjal, dan menyebabkan efek toksik kronis pada manusia maupun organisme akuatik. Di lingkungan perairan, Hg(II) dapat mengalami transformasi menjadi Hg+, Hg0, dan metil merkuri (MeHg) melalui interaksi dengan senyawa organik-anorganik dan mikroorganisme. Pengolahan air tercemar menjadi sangat penting agar tetap dapat dimanfaatkan sebagai sumber air bersih. Beberapa metode pengolahan seperti pengendapan, penyaringan, adsorpsi, penukar ion, dan fotodegradasi telah banyak digunakan. Namun, proses monitoring kualitas air secara berkala menggunakan sensor yang cepat, sensitif, dan selektif menjadi langkah awal yang krusial. Teknik konvensional seperti Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS), Atomic Emission Spectrophotometry (AES), Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS), dan metode elektrokimia memiliki sensitivitas dan akurasi tinggi. Namun, metode-metode ini relatif mahal, rumit, dan kurang cocok untuk analisis lapangan. Nanopartikel perak (AgNPs) melalui sintesis hijau menjadi alternatif menarik dalam pengembangan sensor karena memanfaatkan bahan alami seperti ekstrak polong buah Kabau yang merupakan limbah rumah tangga dan pasar tradisional. Ekstrak polong buah Kabau mengandung senyawa metabolit aktif (flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, dan steroid) yang berfungsi sebagai agen pereduksi dan penstabil. AgNPs dapat digunakan dalam bentuk terdispersi maupun dikembangkan ke dalam paper-based analytical devices (PADs). Meski menawarkan kelebihan seperti biaya rendah dan kemudahan penggunaan, tantangan tetap ada terkait selektivitas, sensitivitas, dan kestabilan AgNPs yang terbatas oleh waktu dan interferensi matriks lingkungan. Ion-imprinted polymer/polimer bercetak ion (IIP) hadir sebagai solusi karena memiliki situs pengenalan spesifik terhadap ion target dan stabil dalam berbagai kondisi. Dalam penelitian ini, dikembangkan sensor berbasis resonansi plasmon permukaan (SPR) dan kolorimetri citra digital (DIC) menggunakan AgNPs yang dimodifikasi dengan IIP spesifik untuk Hg(II), menghasilkan material AgNPs@IIP-Hg. AgNPs disintesis secara ramah lingkungan menggunakan ekstrak polong Kabau, menghasilkan nanopartikel berbentuk spherical berukuran rata-rata 16,01 nm yang stabil berdasarkan karakterisasi spektrofotometer UV-Vis, Transmission Electron Microscope (TEM), Particle size analyzer (PSA), zeta potensial, Fourier Transform Infrared (FTIR), dan X-ray Diffraction (XRD). IIP-Hg disintesis dengan metode presipitasi menggunakan 4-vinil piridin, etilen glikol dimetakrilat (EGDMA), Benzoil peroksida (BPO), dan etanol, kemudian dikarakterisasi menggunakan FTIR, Scanning Electrom Microscopy-Energy-Dispersive Spectrometer (SEM-EDS), PSA, zeta potensial, serta thermogravimetric analysis (TGA-DTG). Hasil studi adsorpsi menunjukkan kondisi optimum pada pH 4, waktu kontak 60 menit, dan massa adsorben 20 mg, dengan kapasitas adsorpsi maksimum 41,32 mg.g-1 untuk ion-imprinted polymer Hg (IIP-Hg) dan 23,31 mg.g-1 untuk non-imprinted polymer (NIP). Proses adsorpsi mengikuti kinetika orde dua semu dan isoterm Langmuir. IIP-Hg menunjukkan kemampuan adsorpsi terhadap Hg(II) yang lebih tinggi dibandingkan polimer non-imprinted (NIP), dengan nilai imprinting factor sebesar 1,77, yang mengindikasikan adanya situs pengenalan spesifik terhadap ion target pada IIP-Hg. Selain itu, IIP-Hg juga menunjukkan selektivitas tinggi terhadap Hg(II) dibanding logam lain (Cu2+, Pb2+, Cd2+). Parameter termodinamika menunjukkan proses berlangsung spontan (?G < 0), eksoterm (?H < 0), dan disertai peningkatan ketidakteraturan pada sistem adsorpsi (?S > 0). IIP-Hg dapat digunakan ulang hingga lima siklus tanpa kehilangan performa signifikan. Modifikasi material AgNPs@IIP-Hg berhasil disintesis dan dikarakterisasi melalui UV-Vis, FTIR, SEM, HRTEM, EDS, dan SAED. Hasil menunjukkan AgNPs terdistribusi merata di permukaan IIP-Hg dengan struktur polikristalin. Sensor AgNPs@IIP-Hg memiliki sensitivitas lebih tinggi dibandingkan AgNPs tanpa modifikasi, dengan LOD dan LOQ yang lebih rendah. Pengujian visual dengan metode DIC menunjukkan perubahan intensitas warna blue yang linier terhadap konsentrasi Hg(II). Pengujian pada sampel nyata dari tambang emas rakyat dengan metode spike menunjukkan hasil tidak berbeda signifikan dibandingkan metode standar CVAAS, yang menegaskan keandalan sensor ini. Dengan demikian, material AgNPs@IIP-Hg berbasis SPR dan DIC menunjukkan potensi besar sebagai sensor lapangan yang efisien, selektif, ramah lingkungan, dan aplikatif untuk deteksi ion logam Hg(II) di lingkungan perairan.