digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Program angkutan udara perintis penumpang merupakan instrumen strategis dalam membangun konektivitas wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia. Layanan ini membuka aksesibilitas transportasi udara bagi masyarakat di wilayah dengan keterbatasan infrastruktur, jarak tempuh yang jauh, dan moda transportasi alternatif yang minim. Di tengah peran strategisnya, kebijakan subsidi untuk rute perintis memerlukan evaluasi yang tepat agar dana publik yang digunakan dapat memberikan manfaat maksimal. Namun, evaluasi kelayakan rute bersubsidi yang dilakukan selama ini umumnya masih menggunakan pendekatan deskriptif dan indikator tunggal seperti tingkat okupansi penumpang. Pendekatan tersebut kurang mempertimbangkan keterkaitan multidimensi antara besaran subsidi, cakupan populasi, dan kondisi aksesibilitas wilayah, sehingga berisiko menghasilkan penilaian yang kurang objektif dan tidak sepenuhnya mencerminkan kebutuhan konektivitas riil di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kerangka evaluasi subsidi angkutan udara perintis yang lebih objektif, kuantitatif, dan kontekstual melalui penerapan Data Envelopment Analysis (DEA). DEA dipilih karena kemampuannya dalam mengukur efisiensi relatif antar unit layanan dengan mempertimbangkan hubungan simultan antara variabel input dan output. Dalam kerangka yang dikembangkan, variabel input mencakup nilai subsidi, cakupan populasi, dan indeks kesinambungan yang merupakan suatu indikator komposit yang merepresentasikan kebutuhan konektivitas wilayah. Indeks kesinambungan ini dibangun menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) dari tiga komponen utama: waktu tempuh, frekuensi penerbangan, dan biaya perjalanan. Pemilihan ketiga komponen ini didasarkan pada kemampuannya untuk menggambarkan tingkat keterpencilan dan keterbatasan akses transportasi secara langsung, sehingga indeks yang dihasilkan ringkas namun relevan secara kontekstual. Variabel output dalam model ini adalah tingkat okupansi penumpang. Integrasi indeks kesinambungan ke dalam kerangka DEA menjadi kebaruan utama penelitian ini, karena memungkinkan evaluasi yang tidak hanya berfokus pada efisiensi teknis, tetapi juga memasukkan dimensi urgensi layanan berdasarkan kondisi aksesibilitas aktual. Dengan demikian, model ini memberikan perspektif yang lebih adil terhadap rute yang melayani wilayah dengan keterbatasan akses tinggi. ii Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat rute ber okupansi rendah yang tetap dinilai efisien karena menggunakan subsidi yang relatif kecil dan melayani daerah dengan akses transportasi yang sangat terbatas. Sebaliknya, ada rute dengan okupansi tinggi yang tidak termasuk kategori efisien akibat konsumsi subsidi yang tidak sebanding dengan manfaat konektivitas yang diberikan. Temuan ini menegaskan bahwa penggunaan indikator tunggal seperti okupansi tidak cukup untuk menilai efisiensi subsidi rute perintis. Model yang dikembangkan juga terbukti sensitif terhadap variasi indeks kesinambungan, sehingga mampu mengakomodasi perbedaan karakteristik antarwilayah dan memberikan hasil evaluasi yang lebih kontekstual. Dari sisi metodologis, penelitian ini memberikan kontribusi berupa pengayaan DEA dengan dimensi aksesibilitas berbasis PCA yang dirancang sesuai karakteristik layanan udara perintis di wilayah 3T. Dari sisi praktis, kerangka evaluasi ini dapat menjadi alat bantu bagi pembuat kebijakan dalam menetapkan prioritas subsidi secara lebih tepat sasaran, efektif, dan berkelanjutan.