Program angkutan udara perintis penumpang merupakan instrumen strategis dalam
membangun konektivitas wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di
Indonesia. Layanan ini membuka aksesibilitas transportasi udara bagi masyarakat
di wilayah dengan keterbatasan infrastruktur, jarak tempuh yang jauh, dan moda
transportasi alternatif yang minim. Di tengah peran strategisnya, kebijakan subsidi
untuk rute perintis memerlukan evaluasi yang tepat agar dana publik yang
digunakan dapat memberikan manfaat maksimal. Namun, evaluasi kelayakan rute
bersubsidi yang dilakukan selama ini umumnya masih menggunakan pendekatan
deskriptif dan indikator tunggal seperti tingkat okupansi penumpang. Pendekatan
tersebut kurang mempertimbangkan keterkaitan multidimensi antara besaran
subsidi, cakupan populasi, dan kondisi aksesibilitas wilayah, sehingga berisiko
menghasilkan penilaian yang kurang objektif dan tidak sepenuhnya mencerminkan
kebutuhan konektivitas riil di lapangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kerangka evaluasi subsidi angkutan
udara perintis yang lebih objektif, kuantitatif, dan kontekstual melalui
penerapan Data Envelopment Analysis (DEA). DEA dipilih karena kemampuannya
dalam mengukur efisiensi relatif antar unit layanan dengan mempertimbangkan
hubungan simultan antara variabel input dan output. Dalam kerangka yang
dikembangkan, variabel input mencakup nilai subsidi, cakupan populasi,
dan indeks kesinambungan yang merupakan suatu indikator komposit yang
merepresentasikan kebutuhan konektivitas wilayah. Indeks kesinambungan ini
dibangun menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) dari tiga
komponen utama: waktu tempuh, frekuensi penerbangan, dan biaya perjalanan.
Pemilihan ketiga komponen ini didasarkan pada kemampuannya untuk
menggambarkan tingkat keterpencilan dan keterbatasan akses transportasi secara
langsung, sehingga indeks yang dihasilkan ringkas namun relevan secara
kontekstual. Variabel output dalam model ini adalah tingkat okupansi penumpang.
Integrasi indeks kesinambungan ke dalam kerangka DEA menjadi kebaruan utama
penelitian ini, karena memungkinkan evaluasi yang tidak hanya berfokus pada
efisiensi teknis, tetapi juga memasukkan dimensi urgensi layanan berdasarkan
kondisi aksesibilitas aktual. Dengan demikian, model ini memberikan perspektif
yang lebih adil terhadap rute yang melayani wilayah dengan keterbatasan akses
tinggi.
ii
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat rute ber okupansi rendah yang tetap
dinilai efisien karena menggunakan subsidi yang relatif kecil dan melayani daerah
dengan akses transportasi yang sangat terbatas. Sebaliknya, ada rute dengan
okupansi tinggi yang tidak termasuk kategori efisien akibat konsumsi subsidi yang
tidak sebanding dengan manfaat konektivitas yang diberikan. Temuan ini
menegaskan bahwa penggunaan indikator tunggal seperti okupansi tidak cukup
untuk menilai efisiensi subsidi rute perintis. Model yang dikembangkan juga
terbukti sensitif terhadap variasi indeks kesinambungan, sehingga mampu
mengakomodasi perbedaan karakteristik antarwilayah dan memberikan hasil
evaluasi yang lebih kontekstual. Dari sisi metodologis, penelitian ini memberikan
kontribusi berupa pengayaan DEA dengan dimensi aksesibilitas berbasis PCA yang
dirancang sesuai karakteristik layanan udara perintis di wilayah 3T. Dari sisi
praktis, kerangka evaluasi ini dapat menjadi alat bantu bagi pembuat kebijakan
dalam menetapkan prioritas subsidi secara lebih tepat sasaran, efektif, dan
berkelanjutan.
Perpustakaan Digital ITB