Peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer hingga 414,7 ppm pada
tahun 2024 menandai semakin kritisnya isu perubahan iklim global, dengan sektor
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batubara tetap menjadi
penyumbang utama emisi CO2. Di sisi lain, PLTU juga menghasilkan limbah
berupa abu terbang batubara (coal fly ash, CFA) dengan proporsi 70 – 80% dari
total limbah abu batubara. Setiap tahun, PLTU menghasilkan sekitar satu miliar ton
CFA, yang sebagian besar hanya ditimbun dan menimbulkan dampak lingkungan
akibat pencemaran lahan dan air. Sementara teknologi penurunan emisi karbon
seperti carbon capture and storage (CCS) menghadapi berbagai keterbatasan teknis
dan ekonomi, pendekatan carbon capture and utilization (CCU), yang salah
satunya melalui CO2 methanation dapat menjadi alternatif solusi. CO2 methanation
dapat memberikan keuntungan ganda dengan memanfaatkan CFA sebagai support
katalis pada reaksi yang mengubah CO2 menjadi CH4. Namun, performa katalis
sangat dipengaruhi karakteristik CFA yang bervariasi. Oleh sebab itu, penelitian ini
secara sistematik mengevaluasi keterkaitan karakteristik CFA, kualitas zeolit hasil
sintesis, dan kinerja katalis dalam proses CO2 methanation.
Penelitian diawali dengan pengambilan sampel CFA dari empat PLTU berbeda di
area Jawa-Madura-Bali. Kemudian dilakukan pre-treatment pada CFA yang
meliputi pengabuan pada temperatur 750 °C, pencucian asam menggunakan 1 M
HCl, dan pemisahan magnetik guna menghilangkan pengotor utama (Fe, Ca) serta
meningkatkan rasio Si/Al. Sintesis zeolit dilakukan melalui metode alkali fusionhydrothermal,
dimulai dari fusi CFA dengan NaOH pada temperatur 550 °C, aging
selama 16 jam, dan perlakuan hidrotermal selama 7 jam pada temperatur 90 °C.
Zeolit hasil sintesis diimpregnasi dengan nikel menggunakan metode incipient
wetness impregnation, dilanjutkan pengeringan dan kalsinasi pada temperatur 550
°C, sehingga diperoleh katalis nickel impregnated coal fly ash zeolite. Karakterisasi
material dan produk dilakukan secara menyeluruh dengan menggunakan atomic
absorption spectrophotometry (AAS) untuk analisis komposisi kimia, X-ray
diffraction (XRD) untuk identifikasi fasa kristalin, scanning electron microscopyenergy
dispersive spectroscopy (SEM-EDS) untuk morfologi dan pemetaan unsur,
X-ray fluorescence (XRF) untuk verifikasi kandungan nikel, N2 Sorption Isotherm
dengan metode Brunauer–Emmett–Teller (BET), Barrett–Joyner–Halenda (BJH),
t-plot, dan Saito-Foley untuk analisis tekstur dan porositas, temperatureprogrammed
reduction of H2 (H2-TPR) untuk profil reduksi katalis, serta
temperature-programmed desorption of CO2 (CO2-TPD) untuk analisis situs basa
iii
permukaan katalis. Kemudian, katalis yang dibentuk menjadi pelet diuji dalam
reaksi CO2 methanation menggunakan vertical quartz tube furnace pada temperatur
350 °C dan gas hourly space velocity (GHSV) 36.000 h-1 dengan aliran gas (v/v)
18% CO2, 72% H2, dan 10% Ar. Gas produk dikumpulkan dengan gas bag dan
dianalisis dengan gas chromatography (GC). Komposisi gas produk digunakan
untuk kuantifikasi persen konversi CO2 dan selektivitas CH4.
Hasil penelitian menunjukkan pre-treatment CFA secara signifikan meningkatkan
rasio Si/Al dari 1,68 (rata-rata seluruh sampel) menjadi di atas 3, menurunkan
kandungan pengotor utama (Fe dan Ca), memicu meningkatkan indeks CFA di atas
0,95, serta menghasilkan zeolit NaX dengan luas permukaan tinggi (hingga 1.025
m2/g). Zeolit hasil sintesis memiliki kristalinitas dan morfologi oktahedral khas
NaX, dengan distribusi unsur penyusun (Na, Si, Al) yang seragam. Katalis yang
diperoleh menunjukkan distribusi nikel yang homogen dengan jumlah nikel
terimpregnasi seragam di sekitar 18 wt%. Katalis dengan proporsi medium basic
sites yang tinggi memiliki performa optimal pada reaksi CO2 methanation, dengan
konversi CO2 mencapai 96,23%, dan selektivitas CH4 mencapai 87,23%.
Sedangkan katalis dengan proporsi strong basic sites yang terlalu tinggi
menyebabkan deaktivasi katalis akibat deposisi karbon. Terdapat korelasi linier
antara nilai indeks CFA, proporsi mikropori zeolit, luas permukaan support, dan
performa methanation. Nilai indeks CFA yang tinggi menunjukkan kemampuan
CFA untuk disintesis menjadi zeolit dengan luas permukaan yang tinggi. Luas
permukaan yang tinggi didukung dispersi katalis nikel yang baik dapat
meningkatkan situs aktif katalis dan meningkatkan performa CO2 methanation.
Sedangkan mikropori berperan penting dalam distribusi dan aksesibilitas situs aktif
nikel, semakin tinggi proporsi mikropori maka katalis nikel lebih mudah diakses
oleh reaktan. Namun, proporsi mikropori dan mesopori perlu disesuaikan, karena
dominasi mikropori berdiameter kecil dapat menghambat difusi CO2,
meningkatkan risiko deposisi karbon dan deaktivasi katalis
Perpustakaan Digital ITB